Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Panggilan "Bodat" Itu Tak Akan Terdengar Lagi...

BODAT. Panggilan yang arti harfiahnya tak ada bagus-bagusnya itu justru merekatkan hati dan perkawanan banyak orang. Itu karena dia.

"Eh, Bodat, ngunyah mulu lo. Di kantor tuh kerja, otak lo dipake."

Itulah kalimat yang diucapkan oleh Latief kepada saya pada suatu siang, ketika dia tiba di kantor dan melihat saya sedang menikmati makan siang sembari membuka laptop dan membaca-baca artikel di meja kerja.

Bagi orang lain, mungkin kata-kata itu terdengar kasar, malah cenderung menghina. Bagaimana tidak?

Kata "bodat" berasal dari bahasa Batak, yang artinya monyet. Biasanya kata itu dipakai untuk mengumpat atau memaki orang lain yang dibenci.

Tetapi, tidak buat saya. Justru kata tersebut sering disebut karena kedekatan kami selama ini.

Ya, tanpa terasa, saya sudah mengenal Latief lebih dari 10 tahun, sejak kami sama-sama bekerja di Redaksi Kompas.com.

Setahu saya, nama lengkapnya Muhammad Latief. Saya sendiri memanggilnya Latip. Dan ternyata nama dia yang benar adalah Mohamad Latip.

Dia bercerita bahwa sebelumnya pernah menjadi jurnalis majalah Matra, media cetak Ibu Kota yang berisi artikel tentang gaya hidup metropolitan.

Setelah berkantor di Palmerah, Jakarta Pusat, dia ditugaskan ke sejumlah desk atau kanal, sebut saja Properti, Edukasi, dan Content Marketing. Bahkan, bisa dibilang kanal-kanal itu dipelopori oleh Latip karena kepiawaiannya.

Balik soal kata bodat tadi, Latief mengaku mengetahuinya dari keluarga angkatnya yang juga merupakan etnis Batak. Saking dekatnya hubungan mereka, dia pun jadi mengerti beragam kosakata dan kebiasaan orang-orang dari Sumatera Utara itu.

Sejak dia sering memanggil saya dengan sebutan bodat, makin banyak kawan di kantor yang mengenal kata itu dan ikut-ikutan memakainya. Tidak masalah, saya tahu bahwa mereka menggunakan sapaan itu karena kita sudah karib selama ini.

Tidak hanya itu, ternyata Latip pun tahu beberapa lagu Kristiani yang sering dinyanyikan di gereja oleh keluarga angkatnya. Saya pernah kaget dibuatnya ketika kali pertama dia menyanyikan lagu bertajuk "Bahasa Cinta".

"Ajarilah kami bahasa cinta-Mu, agar kami dekat pada-Mu ya Tuhanku... Ajarilah kami bahasa cinta-Mu, agar kami dekat pada-Mu...," demikian lirik lagu yang didendangkan Latip, suatu sore di kantor, sambil bermain gitar.

Saya benar-benar tercengang dibikinnya. Asliii....

Bukannya apa-apa, maaf, tanpa bermaksud SARA, dia adalah seorang muslim tulen dan dari keluarga Betawi pula, tapi dia bisa dan mau menyanyikan lagu rohani umat Kristen.

Bagi saya, itu bukti konkret bahwa dia adalah orang yang berwawasan luas, berpikiran terbuka, serta terbiasa dengan toleransi beragama dan keragaman budaya Indonesia.

Tentu semua itu dimilikinya dari pengalaman hidup bergaul dengan siapa saja, dari kalangan mana pun, tanpa menengok latar belakang suku dan agama.

"Enggak sembarangan orang bisa gitu," ujar saya dalam hati.

Di pekerjaan

Dalam pekerjaan, Latip tidak segan-segan membagi pengalamannya sebagai seorang jurnalis.

Tidak jarang saya berkesempatan mendapatkan ilmu yang dia bagi melalui obrolan santai sambil ngopi, makan, ataupun dalam sesi formal berisi sharing materi tentang jurnalistik dan perkembangannya yang terkini.

Satu pengalaman yang tidak terlupakan ketika pada 2017 saya masuk ke tim Content Marketing di bawah kepemimpinannya.

Saat itu media tempat kami bekerja kebanjiran order artikel Brandzview secara masif dari satu pengembang raksasa properti yang sedang menggarap proyek paling anyar mereka. 

Saya dipercaya menjadi salah satu penulis. Bahkan, Latief meminta saya yang meng-handle tim penulisan artikel tersebut, mulai dari menentukan tema, membuat angle, hingga membagi tugas ke para penulis lain.

Ya, dia ingin saya belajar bekerja sama dan memimpin sebuah tim kecil agar kelak saya pun bisa menangani tim yang lebih besar lagi.

"Udah, lo kerjain aja dulu. Ntar gue yang bantuin kalau ada yang kurang-kurang," tuturnya kala itu.

Selain itu, dia juga pernah menugaskan saya ke luar negeri untuk meliput pameran buku internasional. Ada Komite Buku Nasional Kemendikbud ikut berpartisipasi dalam perhelatan akbar tersebut.

Saya sempat terkejut waktu dapat tugas itu karena agak mendadak diberi tahu. Namun, bukan Latip namanya kalau mau asal saja memberi kepercayaan kepada seseorang.

Dia yakin bahwa orang itu pasti mampu melakukan amanat yang diberikan. Bila perlu, dia juga yang memompakan keyakinan kepada orang yang dia tugasi itu.

"Lo pasti bisa deh, Dat. Cuma pameran buku doang, cemenlah," komentarnya yang masih saya ingat terus.

Puji Tuhan, alhamdulillah... Saya bisa melaksanakan dan menuntaskan perintahnya itu.

Bila ada hal bagus yang saya kerjakan, Latip juga tak pelit mengapresiasi, meski itu dalam caranya dan mungkin cuma saya yang paham.

"Bukan maen... Ada otak juga ternyata lo, hahaha.... Thanks, Dat," begitu salah satu tulisannya di WA yang masih tersimpan sampai sekarang.

Sebenarnya, masih banyak lagi pengalaman saya berinteraksi dengan dia terkait pekerjaan. Saking banyaknya, sampai-sampai saya lupa bila harus merunutnya satu per satu.

Sudah tentu itu semua memberi pelajaran dan menambah ilmu, serta hal lain yang tidak terkatakan.

Oh iya, tersebar kabar bahwa kariernya terus menanjak. Yang saya tahu, pada tahun ini dia dipercaya jadi salah satu "bos" di divisi bisnis dan marketing KG Media.

Entah apa nama resmi jabatan dan bagaimana job desc-nya. Yang pasti, beban kerjanya makin besar dan bawahannya pun tambah banyak.

Saya ikut senang dan bangga meski berefek pada kesibukan dan jam kerjanya yang makin menyita waktu. Ujung-ujungnya, jatah nongkrong dengan dia pun harus berkurang. Hahaha....

Peduli pada kehidupan pribadi

Tidak cuma dalam pekerjaan, Latip pun berusaha mengerti kehidupan pribadi setiap personel dalam tim kerja yang dipimpinnya.

Hal itu saya rasakan ketika dalam beberapa bulan terakhir saya mengurus ibu yang sedang sakit keras dan harus bolak-balik dirawat ke rumah sakit.

Dia terus memberi dukungan supaya saya tetap sabar mencurahkan perhatian kepada orang tua.

"Yang sabar deh ye... Emang anak bontot kudu ngurus nyokap. Pahalanye gede," tulisnya lagi yang membuat saya terharu.

Ya, di balik sebutan bodat kepada saya yang terasa kasar dan sulit dimafhumi kebanyakan orang, sebenarnya itulah bentuk sahih keakraban dan kepercayaan yang kami alami bersama.

Maka, kabar Latip berpulang pada Sabtu (28/12/2019) adalah kejutan yang menyesakkan hati menjelang tengah malam.

Sudah pasti saya tersontak mengetahui berita dukacita itu. Sejenak saya menarik napas panjang dan berusaha menahan sedih, tapi hati tidak bisa bohong.

Tidak terasa air mata pun mengucur ke pipi. Bahkan, saat membuat tulisan ini, saya harus menahan diri supaya mata tidak berair lagi.

Satu demi satu momen yang saya lewati bersama Latief mendadak terngiang. Ditambah lagi begitu banyak unggahan foto, komentar, dan status dari kawan-kawan di media sosial yang berisi curahan duka mendalam sekaligus rasa sukar percaya atas kepergiannya.

Semua itu menambah perasaan pilu. Saya tahu benar, orang-orang itu mengalami kedukaan, sama seperti yang saya rasakan, karena masing-masing mengalami kedekatan dan pengalaman mengesankan dengannya.

Sekarang, sapaan bodat itu tidak bisa lagi terdengar dari mulut seorang Latipus, sebutan karibnya juga.

Semua pengalaman, celoteh, omelan, ilmu, kepercayaan, candaan, dan begitu banyak kenangan harus terkubur bersama raganya yang sudah dimakamkan di liang lahat.

Semoga Tuhan berkenan menerima segala kebaikan yang telah dia buat dan mengampuni semua kesalahan yang dia lakukan.

Lo bener-bener bodat, Tip. Becandanya enggak main-main, ninggalin kita semua secepat ini. Sepertinya Tuhan lebih sayang dan tahu yang terbaik buat lo....

Selamat jalan, Dat. Istirahat yang tenang dan damai....

https://properti.kompas.com/read/2019/12/30/204228321/panggilan-bodat-itu-tak-akan-terdengar-lagi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke