Ini artinya hanya 9,4 persen dari total jumlah 514 kabupaten/kota. Dengan demikian tidaklah berlebihan jika Indonesia disebut defisit RRTR.
RRTR sendiri mencakup aspek perencanaan, dan aspek pengaturan. Dari sisi aspek perencanaan, baru 11 persen atau 54 kabupaten/kota yang telah menyusun rencana teknis RRTR.
Itu pun tidak seluruhnya dapat menyelesaiakan susunan rencana teknis tersebut. Sepanjang 2019, hanya dua persen atau 89 dari total 4.286 rencana teknis tersedia yang siap menjadi RRTR.
Sementara dari sisi aspek pengaturan, baru 1 persen atau 61 dari total 4.286 RRTR yang telah ditetapkan menjadi perda.
Adapun untuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), sudah 95 persen atau 475 kabupaten/kota sudah memiliki perda RTRW. Sisanya 25 kabupaten/kota masih dalam proses penyusunan.
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surya Tjandra mengakui backlog tersebut, saat menyampaikan sambutan dalam acara Hari Agraria dan Tata Ruang nasional (Hantaru) 2019, di Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Menurut Surya, RRTR belum menjadi prioritas pemerintah daerah karena mereka masih menemui berbagai kendala.
Mulai dari penentuan lokasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), penyusunan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), hingga kendala pemetaan.
Selain itu, yang paling utama adalah masih terdapat perbedaan perspektif dari pemerintah kabupaten/kota terhadap penataan ruang.
"Dalam perspektif mereka, penataan ruang adalah harus birokratis dan regulatif. Padahal terlalu banyak birokrasi justru makin ribet. Bisa jadi, tidak ada regulasi dan birokrasi, malah lebih baik," kata Surya menjawab Kompas.com.
Keterbatasan kualitas sumber daya manusia (SDM), keterbatasan anggaran, ketidakjelasan fungsi kelembagaan daerah, lamanya proses rekomendasi gubernur serta proses persub di pemerintahan pusat, adalah kendala besar yang paling menghambat.
Untuk mengatasi hal ini, Surya mengatakan, Kementerian ATR/BPN melakukan pendekatan berbeda dan asistensi intensif berupa program magang bagi SDM untuk bekerja di Jakarta atau kantor-kantor wilayah pertanahan lainnya di Pulau Jawa.
Dari sekitar 500 kantor wilayah dan provinsi, kantor wilayah dan provinsi di Indonesia Timur tercatat memiliki kinerja buruk, dan perlu ditingkatkan. Mereka dari timur ini yang akan diprioritaskan dalam program magang.
Kemudian, Kementerian ATR/BPN juga akan menderegulasi peraturan yang menghambat penataan ruang.
Dia juga menawarkan solusi kerja sama dengan sektor swasta, dan akademisi dalam penyediaan peta dan dokumen KLHS, penguatan kelembagaan bidang penataan ruang di daerah dan penyediaan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK).
"Kemudian pengembangan teknologi misalnya website dan sistem informasi untuk pengawasan publik," imbuh Surya.
https://properti.kompas.com/read/2019/11/08/160950521/indonesia-alami-backlog-tata-ruang