Kenaikan anggaran dimungkinkan asalkan pemerintah bersedia memangkas tenor subsidi.
Seperti diketahui, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan bantuan ini.
Mulai dari rumah pertama, belum pernah mendapatkan bantuan subsidi serta memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Selain itu, tenor KPR FLPP maksimum 20 tahun, dan dana yang dialokasikan dari BLU Lembaga Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (LPDPP) sebesar 90 persen, sementara 10 persen sisanya dari bank pelaksana.
"Kami sudah usulkan ke Presiden, tenor pinjamannya itu jangan lama-lama, jangan 20 tahun, cukup tujuh tahun," kata Paulus kepada Kompas.com, Senin (7/10/2019).
Totok menjelaskan skemanya, untuk lima tahun pertama mengikuti suku bunga tetap 5 persen per tahun. Sementara setelah itu mengikuti bunga pasar.
Menurut dia, cara ini memungkinkan pemerintah bisa meningkatkan subsidi FLPP pada tahun depan yang semula hanya 110.000 unit menjadi 330.000 unit.
"Karena subsidi jadi tujuh tahun, bisa terjadi kenaikan tiga kali lipat. Jadi, 330.000 terpenuhi. Sehingga, kekurangan backlog pun jadi lebih cepat tercapai," sebut Totok.
Ia menambahkan, pemangkasan tenor subisidi diyakini tak akan membebani MBR yang sejak awal memang mencari hunian pertama.
Sebab, seiring dengan perjalanan waktu, penghasilan mereka akan meningkat mengikuti masa kerja masing-masing.
"Saya ambil contoh, sepuluh tahun yang lalu, saya sendiri jual rumah ke TNI AL. Angsurannya Rp 300.000 per bulan. Kalau dia ikutin bunga pasar, paling naik jadi Rp 350.000 dalam sepuluh tahun," pungkas Totok.
https://properti.kompas.com/read/2019/10/07/152404521/rei-usulkan-subsidi-flpp-naik-jadi-330000-rumah