Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Danisworo, Maestro yang Enggan Jadi Juri Sayembara Ibu Kota

Namun, ada cerita menarik di balik pemilihan juri-juri tersebut. Pasalnya, tidak semua pakar bersedia saat diminta untuk terlibat sebagai juri.

Salah satunya, sebut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, yakni sang maestro arsitek dan perancang kota Institut Teknologi Bandung, Prof Mohammad Danisworo.

"Yang namanya juri itu enggak main-main. Banyak calon juri itu yang tidak bersedia," kata dia di kantornya, Jumat (4/10/2019). 

Keengganan Danisworo menjadi juri, kata Basuki, lantaran ia dan timnya justru ingin ikut berpartisipasi pada megaproyek yang kelak ditargetkan dapat dihuni sekitar 1,5 juta penduduk ini. 

"Pak Danisworo, dia dan timnya mau ikut. Makanya, kalau dia jadi juri timnya enggak bisa ikut," imbuh Basuki.

Salah satu persyaratan untuk menjadi juri yakni tidak boleh menjadi peserta. Sebab, dikhawatirkan justru akan muncul konflik kepentingan pada saat proses penilaian karya. 

"Kalau ada hubungan, drop dia," sebut Basuki.

Mohammad Danisworo dikenal dengan karya dan dedikasinya yang mewarnai perkembangan Jakarta, dan kota-kota lain Nusantara.

Kritik Jakarta

Tahun 2019 ini merupakan tahun ke-53 Danisworo memperkaya khazanah arsitektur Tanah Air. Dalam usianya yang tak lagi muda, Danisworo masih memikirkan ranah yang membesarkan namanya ini.

Dalam arsip wawancara dengan Kompas.com, lelaki kelahiran Semarang, 2 April 1938 ini mengkritik keras tentang Jakarta, kota berbaurnya keragaman budaya, suku, agama, etnis, dan juga kepentingan.

"Belum fungsional, karena itu tidak bisa bicara berkualitas," ucap Danisworo.

Dia kemudian mendasarkan penilaiannya terhadap ibu kota Indonesia ini pada tiga prinsip utama. Ketiganya adalah kualitas fungsional, kualitas visual, dan kualitas lingkungan.

Kualitas fungsional dalam arti Jakarta harus menjadi kota yang menjamin keselamatan, keamanan, kenyamanan, efektivitas dan efisien warganya dalam beraktivitas.

"Kalau saya menempuh jarak 3 kilometer membutuhkan waktu lebih dari 1 jam. Jakarta tidak berfungsi. Sebaliknya jika bisa ditempuh hanya dalam hitungan menit dengan berjalan kaki, inilah kota yang berkualitas," kata dia.

Sementara kualitas visual adalah tentang kejelasan, estetika, karakter, dan jati diri kota. Warga mudah untuk bergerak karena dipandu oleh petunjuk arah, lancar, tidak chaos.

Sedangkan kualitas lingkungan adalah bagaimana Jakarta bisa beradaptasi dengan lingkungan menyangkut iklim, ekologi, sosial, dan budaya.

"Hemat saya mengkaji Jakarta itu tak hanya melihat gedung dan desain. Juga bagaimana kota ini menyediakan ruang bagi warganya nyaman berinteraksi sosial. Ini ciri baru Jakarta," sebut Danisworo.

Ketertarikan perancang kawasan komersial terpadu Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, ini pada arsitektur sejak berusia 16 tahun.

Saat itu, dia melihat sebuah bangunan empat lantai di sudut Jalan Sabang dan Jalan Kebon Sirih, Jakarta. Hal ini mendorongnya untuk menekuni pendidikan arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Beberapa masa setelahnya, Danisworo meneruskan studi mengenai rancang kota di University of California Berkeley dan memperoleh gelar doktoral Urban Environmental Planning dari University of Washington.

Setelah studinya ini, Danisworo memulai karir profesionalnya di biro arsitektur Skidmore, Owing and Merril (SOM), Chicago.

Pengalaman ini mengubah perspektifnya mengenai arsitektur yang merupakan proses untuk memecahkan masalah.

Proses ini membutuhkan kerja sama dalam kelompok, semangat yang dibawa dan ditularkannya hingga kini.

Kembali ke Indonesia, dia memulai karirnya justru sebagai pengajar pada jurusan arsitektur ITB seraya mengasah profesionalitasnya sebagai arsitek di ENCONA Engineering dan menjadi bagian dalam merancang Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, dan berbagai proyek penting lainnya.

Danisworo menjadi penasihat dalam pengambilan keputusan sejumlah lembaga pemerintah dan swasta serta menjadi bagian dari Tim Penasihat Arsitektur Kota (TPAK), sekarang Tim Ahli Bangunan Gedung, Arsitektur, dan Perencanaan.

Catatan karir dan kontribusinya semakin lengkap saat ia pada 1994 merintis Pusat Studi Urban Design (PSUD), sebuah lembaga yang menghimpun informasi dan pengetahuan mengenai rancang kota.

https://properti.kompas.com/read/2019/10/06/131828421/danisworo-maestro-yang-enggan-jadi-juri-sayembara-ibu-kota

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke