Tak hanya untuk pembangunan yang lebih matang, rencana tata kota yang mendetail juga diperlukan dalam hal memastikan pemenuhan ruang untuk hunian masyarakat.
Direktur Pengembangan Wilayah Perkotaan, Perumahan dan Pemukiman Bappenas Tri Dewi Virgiyanti mengungkapkan, berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), sekitar 60 persen masyarakat menempati hunian tidak layak, termasuk di kawasan perkotaan.
Akibatnya, banyak bermunculan kawasan kumuh di sejumlah kota besar di Indonesia.
"Dari sisi pasokan, karena dari perkotaan kita kurang, seharusnya pemda atau pemkot mempunyai spatial plan yang detail. Mulai dari bentuk rumah, intensitas perumahan, itu dari sisi pemerintah kota lebih tahu bagaimana menata kotanya," ucap Virgi dalam sebuah diskusi di Kementerian PUPR, Rabu (14/8/2019).
Sejauh ini, ia menambahkan, sejumlah pemda baru memiliki rencana pembangunan wilayah skala besar. Dampaknya, pembangunan kawasan perkotaan pun menjadi kurang tertata dengan baik.
Di sisi lain, ketika pemda hendak menyediakan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang memiliki akses publik memadai, mereka terbentur pada persoalan tingginya harga lahan.
Alasan itu pula-lah yang pada akhirnya menyebabkan penyediaan hunian terjangkau bagi MBR tersebar di daerah pinggiran perkotaan yang jauh dari pusat kegiatan perekonomian.
"Karena harga rumah menjadi cost terbesar, sangat mahal, akibatnya mengapa rumah subsidi akhirnya tersebar. Perkotaan menjadi tidak tertata dan akhirnya terjadi urban sprawl," ujarnya.
https://properti.kompas.com/read/2019/08/14/200000521/bappenas-dorong-pemda-punya-rdtr-perumahan