Namun, pamor Pondok Cabe kalah mentereng dibanding keduanya. Macet, adalah momok yang terus menghantui kawasan ini sehingga "diemohi" para pencari rumah.
Akses yang terbatas, infrastruktur kurang memadai, serta penataan ruang yang semrawut turut menjadikan kawasan ini terbenam.
Bagaimana kondisinya kini?
Senyampang dengan itu, dan hal ini diakui para pebisnis properti sebagai sesuatu yang tak bisa dihindari, Pondok Cabe telah berubah.
Berbagai pengembangan proyek-proyek anyar terus bermunculan sejak lima tahun terakhir. Bahkan, proyek skala perumahan di atas 30 hektar sudah hadir di Pondok Cabe.
Menyusul Bukit Modern Golf yang dibangun PT Modern Realty Tbk, yang sempat merasakan masa jayanya pada kurun 1990-an.
Bukit Modern Golf adalah proyek skala perumahan terakhir yang dibangun pengembang.
Baru kemudian mereka membangun properti seperti klaster rumah Fortunia Residence, ruko SouthCity Square, dan apartemen The Parc.
"Kami investasi besar-besaran di infrastruktur dan aksesibilitas. Karena dua faktor ini yang menjadi kekurangan Pondok Cabe. Sementara propertinya baru mulai dibangun pada 2017," kisah Sales and Marketing Associate Director South City Stevie Faverius Jaya menjawab Kompas.com, Selasa (23/7/2019).
Opsi membangun infrastruktur dan aksesibilitas, rupanya mendatangkan "keuntungan" bagi SDT. Pasca peresmian SouthCity Bridge dan akses yang menghubungkan kawasan Cinere (Depok), dengan Pondok Cabe (Tangerang Selatan), nama Pondok Cabe mulai trending.
Terlebih ketika TransJakarta membuka tiga rute SouthCity-Lebak Bulus, dan beroperasinya Moda Raya Transportasi (MRT) dengan stasiun akhir Lebak Bulus, serta beroperasinya Tol Depok-Antasari dengan tiga exit toll, Pondok Cabe kembali diminati.
Tak hanya laris, ketiga proyek ini juga mengalami kenaikan harga cukup signifikan. Harga Fortunia dengan tipe terkecil 160/200 saat ini sudah menyentuh angka Rp 2,5 miliar. Sebelumnya masih di angka Rp 1,8 miliar.
Sementara untuk ruko SouthCity Square yang sudah serah terima kunci, bertengger di level Rp 4 miliar hingga Rp 11 miliar per unit dengan dimensi terkecil 5,5x17,5 meter persegi, dan terbesar 11,85x17,5 meter persegi.
Pembeli ruko diakui Stevie memang sebagian investor, sebagian lagi end user. Mereka menyewakannya kembali ke beberapa peritel F&B seperti restoran Padang Uda Dirga, Pochajjang Korean BBQ serta Kulo.
Rp 1 Triliun
Ada pun kinerja penjualan apartemen The Parc, menurut Stevie saat ini sudah menembus patokan harga baru sekitar Rp 15,5 juta per meter persegi. Sebelumnya masih sekitar Rp 13 juta hingga Rp 14 juta per meter persegi.
"40 persen lainnya menggunakan balloon payment. Pembeli mencicil kepada pengembang dengan kesepakatan harga dan tenor tertentu sesuai dengan progres proyek," imbuh Stevie.
Sementara sedikit yang menggunakan kredit pemilikan apartemen atau hanya 15 persen. THe Parc akan dimulai konstruksinya pada Agustus mendatang.
Hal menarik lainnya adalah, 80 persen dari 70 persen unit yang terjual tadi, dibeli oleh end user dengan profil generasi muda usia 30 tahun hingga 35 tahun.
"Mereka first time home buyer. Ada yang pake uang sendiri dari penghasilan per bulan, karenanya mampu mencicil Rp 3 juta per bulan, ada juga yang pinjam uang orang tua," ucap Stevie.
SDT mengalokasikan dana Rp 1 triliun untuk merealisasikan tiga menara The Parc dengan total lebih kurang 1.000 unit.
https://properti.kompas.com/read/2019/07/23/155248521/sempat-mati-suri-pondok-cabe-dilirik-kembali