Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kota, "Mendadak" Reuni Alumni, dan Kepemimpinan

Ruang ruang publik dan media sosial dipenuhi oleh warna warni kaos dan identitas sekolah, mendadak basket, puji-puja dan caci-maki campur aduk di sela-sela romantisme nostalgia masa sekolah.

Mendadak reuni alumni sekolah menjadi ajang vote-getting, atau sekadar mendapatkan dukungan dari segelintir teman yang dianggap punya pengaruh di masyarakat. Bahkan ada juga yang membabi buta tebar pesona untuk menarik suara.

Alumni direpresentasikan seolah mereka yang punya pengaruh, dianggap kelas menegah atas. Sering kita datang ke acara reuni dengan hipotesis akan bertemu teman-teman yang sukses.

Maka cerita pun marak, dengan cinta bersemi kembali, atau fakta anak yang dulu bandel luar biasa malahan sukses, dan yang tadinya hobi berkelahi malah menjelma menjadi guru teladan setelah paruh baya.

Aneh memang fenomena alumni ini. Setelah 30 tahun berpisah, tiba-tiba kita merasa seperti saudara separtai, sepemikiran dan seidelaisme. Ada ikatan kuat yang merekatkan.

Sangat berbeda dengan universitas, sekolah menengah sangat erat hubungannya dengan kota. Sekolah dasar dan menengah selalu dibangun berbasis distrik dan kewilayahan. Menyatukan anak-anak dari kawasan tertentu, atau dari seantero kota tersebut, bila sekolahnya popular.

St. Aloysius tempat saya bersekolah sepanjang SD, SMP dan SMA di Bandung contohnya. Sebagian murid berasal dari lingkungan sekitar.

Masih segar dalam ingatan saya berjalan kaki menyusuri jalan teduh oleh pohon Switenia Mahogany atau mahoni, bersama teman ke jalan Sultan Agung, sambil menyapa setiap keluarga yang dilalui.

Seiring pertumbuhan remaja, pemilihan arena ring berkelahi di gang terdekat menjadi menu utama, di sekolah yang ketika itu generasi anak lelaki semua.

Kawasan bagian kota tersebut menjadi lekat dengan indetitas para murid nya, karena mereka menghabiskan waktu sekolah dan akhir minggu bermain atau berolah raga disitu.

Sekolah dan jiwa anak-anak akil balig identik dengan vibrancy dan identitas kota. Dari distrik lokal dan sistem rayon, rajutan sosial ekonomi warga terbentuk.

Dalam standar dan pedoman metode perencanaan kota pun, lokasi sekolah di bangun atas dasar rasio ketercapaian, minimum jangkauan layanan penduduk dan infrastruktur pendukung.

Tak pelak, karakter distrik bahkan wilayah, terbangun oleh sekolah setempat. Bandung sangat erat dengan kampus St. Aloysius atau dikenal sebagai kampus TOP (Taruna Ogha Praviti) yang alumninya menghasilkan jenderal, konglomerat, pastor, pengusaha restoran, pimpinan multinasional, pejabat tinggi negara, artis dan seterusnya. 

Namun ada juga yang kurang beruntung, membutuhkan bantuan. Dan tentunya ada yang kemudian bermukim di senatero belahan dunia.

Sekolah memang akan selalu identik dengan kotanya. Romatika masa kecil bersama yang berkembang menjadi diaspora, adalah roman kota itu sendiri.

Mendadak alumni, bagi saya bukanlah fenomena politik. Rasa kebersamaan karena latar belakang sama dan selama 3 sampai 12 tahun bersama menumbuhkan semangat dan jiwa yang solider.

Kebersamaan dan ikatan bathin dengan kampus dan segenap sivitas akademikanya ini adalah potensi besar. Untuk mewarnai kota dan distriknya, menyambungkan berbagai kreasi dan ide, dan menumbuhkan kesetiakawanan sosial warga.

Seperti Bandung, tengoklah kota-kota kita, maka kita akan melihat pesona sekolah kita identik dengan kota kita.

https://properti.kompas.com/read/2019/03/13/060000621/kota-mendadak-reuni-alumni-dan-kepemimpinan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke