Wakil Ketua Umum Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII) Pusat Dina Hartadi mengatakan, generasi milenial yang menginap di hotel tak hanya untuk pelesiran, melainkan juga untuk keperluan pekerjaan.
Dalam memilih hotel yang akan disinggahi, mereka pasti memanfaat teknologi informasi dan media sosial untuk melihat kualitas dan penilaian tamu sebelumnya terhadap hotel tersebut.
Semakin tinggi rating yang dimiliki, potensi untuk dipilih pun kian besar. Hal inilah yang kemudian menjadi tantangan bagi para desainer interior menghadirkan kualitas hotel yang berbeda dibandingkan kompetitor mereka.
"Mereka itu sangat suka mengunggah foto-foto hotel ke Instagram. Sehingga desainer itu dituntut untuk menghadirkan desain yang baik untuk mendapatkan kesan yang baik," kata Dina di Jakarta, Kamis (21/2/2019).
"Kalau bicara boutiqe hotel, misalnya, artinya sebetulnya semua style bisa dipakai. Tinggal bagaimana interior desainer menggabungkan narasi, dan pengalaman dengan gaya berbeda-beda," imbuh dia.
Tak jarang untuk menggaet minat milenial, para desainer interior akan menambahkan co-working space pada desain hotelnya.
Meski dari sisi area tidak terlalu besar, namun keberadaan co-working space menjadi nilai tambah bagi kalangan milenial.
Adapun lokasi yang disulap menjadi co-working space itu sendiri beragam. Mulai dari restoran bahkan lobi.
Tentunya, hal itu bertolak belakang dengan paradigma masa lalu dimana lobi semestinya menjadi tempat bertransaksi untuk pemesanan kamar antara pelanggan dengan resepsionis.
"Sekarang lobi dibuat lebih interaktif. Justru kafe, misalnya, bisa jadi lobi, sementara lobi jadi area kerja. Co-working space sudah mulai masuk meski masih kecil," sebut Dina.
https://properti.kompas.com/read/2019/02/21/183000421/tren-sekarang-hotel-harus-punya-co-working-space-