Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Muara, Denyut Kreatif Anak Muda Solo

Muara Market atau lebih dikenal dengan nama Muara turut terkena imbasnya. Ruang kreatif anak muda ini kini terpaksa tutup dan menyisakan kios-kios kosong.

Awalnya, properti yang dibangun tepat di belakang pasar tersebut terbengkalai selama delapan tahun. Di sini, puluhan ruko dibangun mengelilingi sebuah lapangan berbentuk segi lima.

Kemudian datanglah Andy Susanto yang punya ide untuk memanfaatkan properti ini. Bersama dengan Resi Cetho, dan Tatuk Marbudi, mereka kemudian mencoba memanfaatkan properti seluas hampir 3.000 meter persegi ini.

Tetapi karena berbagai hal, ruko tersebut gagal dalam pemasaran dan membuatnya menjadi gedung yang tak terawat.

Tatuk bersama rekan-rekannya kemudian mencari cara untuk memasarkan tempat ini. Ide utamanya adalah bagaimana menghidupkan dan memanfaatkan kembali bangunan tersebut.

Dengan berbagai koneksi dan ide yang dimiliki akhirnya lahirlah Muara pada 2016. Dari segi bisnis, Muara kemudian memanfaatkan 33 kios yang tersedia untuk disewakan.

Namun beberapa kendala harus dilalui. Selain karena kondisinya yang tak terawat, lokasi berdirinya bangunan ruko berbentuk segi lima ini juga tidak menguntungkan.

"Enggak ada orang yang mau lewat daerah sini kalau enggak ke Pasar Legi," ujar Tatuk.

Untuk itu, Tatuk dan para pendiri kemudian mencari cara lain untuk mendatangkan massa. Mereka akhirnya mengajak beberapa orang lagi untuk bergabung.

Dengan tim dan manajemen yang telah dibentuk, mereka kemudian berusaha untuk mendatangkan massa ke Muara.

Berbagai acara pun digelar. Hasilnya, Muara Market menjadi salah satu tempat berkumpul anak muda di Kota Solo.

Selain itu, manajemen yang dibentuk juga mendapatkan untung dari penyewaan ruko. Sebanyak 31 dari 33 ruko yang tersedia berhasil disewakan untuk 28 tenant.

Mayoritas dari penyewa bergerak di bisnis kreatif.

Hal ini terjadi hampir setiap hari, pertemuan demi pertemuan banyak menghasilkan ide-ide segar. Bahkan pengunjung bisa tiba-tiba membuat mural dan berpartisipasi dalam kegiatan bermusik di sudut bangunan Muara.

"Ketika ada pertemuan, pasti akan ada interaksi. Kemudian akan muncul ide baru, muncul keinginan-keinginan baru. Nah, itu terjadi setiap hari di sini," ujar Tatuk.

"Akhirnya terbentuk jaringan kreatif, jaringan distribusi, jaringan ekonominya. Hampir setiap bulan kami menerima band tour dari berbagai kota," lanjut dia.

Tatuk menuturkan, mayoritas penyewa di Muara merupakan anak muda dari berbagai latar belakang yang baru saja terjun ke dunia bisnis.

Untuk itulah dia bersama dengan rekan-rekannya kemudian mengadakan beragam kegiatan untuk meningkatkan pengalaman.

"Kalau kami enggak bisa selling, kami enggak mungkin bisa caring, apalagi sharing," ucap Tatuk.

Kemudian dibuatlah beberapa program seperti Muara Karya yang memberikan kelas, workshop, dan pelatihan.

Peserta yang turut berpartisipasi bukan hanya mereka yang menyewa tempat di Muara, namun juga datang dari luar.

Lalu ada Muara Artshop, di mana para peserta dapat memasarkan karyanya. Terakhir, ada Muara Session yang menyelenggarakan berbagai pertunjukan hiburan.

"Event tahunan besar itu 'Bermuara', kami menggabungkan semua kegiatan. Jadi ada pemutaran film, pop-up market, ada musik, dance, talkshow, diskusi, workshop, dan lain-lain," imbuh Tatuk.

Dan benar saja, kurang dari dua tahun, Muara menjadi salah satu tempat favorit anak muda baik untuk berkumpul, bertukar ide, maupun sekadar menikmati pertunjukan yang disajikan.

Kebakaran Pasar Legi

Awal Desember 2018, Muara Market memutuskan untuk menghentikan operasinya. Pembangunan pasar sementara memaksa Muara untuk pindah.

Tatuk mengatakan, keberadaan pasar darurat di sepanjang jalan menuju Muara turut menghambat operasional dan kegiatan.

"Untuk event aja enggak memungkinkan orang untuk masuk, parkir juga jelas rebutan dengan pasar," tutur Tatuk.

"Karena tanpa event, crowd-nya enggak seberapa," lanjut dia.

Muara Market di Jalan Lumban Tobing memang telah usai, namun Muara akan segera pindah dan berubah.

Tatuk mengatakan saat ini dia bersama dengan manajemen sedang mengembangkan Muara baru dengan konsep baru.

"Jelas kami kecewa, sedih, down, drop. Semuanya, baik teman-teman yang nyewa dan teman-teman yang nongkrong. Tapi ketika kami harus berhenti, kami berada di posisi peak, jadi tinggal lanjutkan saja," pungkas Tatuk.

https://properti.kompas.com/read/2019/01/21/190000721/kisah-muara-denyut-kreatif-anak-muda-solo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke