Semangat positif dan keyakinan untuk bersama-sama membangkitkan sektor properti Indonesia dari kelesuan dimulai saat Presiden Komisaris PT Panasonic Gobel Indonesia Rahmat Gobel, mitra lokal dari Panasonic Group Jepang, berpidato.
Menurut dia, sekaranglah waktu yang tepat untuk membangun pasar dengan optimisme. Berperan serta dalam pembangunan ekonomi melalui proyek perumahan skala kota dengan terobosan baru akan membuat keadaan menjadi lebih baik.
"Kami yakin, pertumbuhan ekonomi tahun depan akan lebih baik lagi. Terlebih pembangunan infrastruktur terus dipercepat penyelesaiannya seperti MRT Jakarta yang tahun depan diresmikan, Pelabuhan Patimban yang juga dilaksanakan tahun 2019, dan kereta cepat Jakarta-Surabaya," tutur Gobel.
Ketiga proyek infrastruktur tersebut, lanjut dia, menggambarkan investasi besar yang dilakukan tepat waktu dalam kaitannya menggenjot perekonomian nasional.
"Kami ingin ikut berkontribusi melalui penerapan sistem teknologi di semua bidang, termasuk properti," kata Gobel.
Kawasan ini telah menjelma menjadi kawasan internasional yang diisi oleh sekitar ribuan perusahaan internasional dan multinasional. Sejumlah 910 perusahaan di antaranya berasal dari Jepang.
"Kondisi tersebut memberikan keyakinan kepada kami untuk terus membangun, menyediakan hunian dan fasilitas berkelas dengan standar dan taraf Jepang yang memang kebutuhannya demikian tinggi," kata Hongky.
Bertolak dari kesamaan motivasi itulah, kedua raksasa ini membentuk usaha patungan (joint venture) PT PanaHome Deltamas Indonesia dengan kepemilikan masing-masing 51 persen PT PanaHome Gobel Indonesia dan 49 persen PT Puradelta Lestari Tbk.
Atas nama PT PanaHome Deltamas Indonesia, mereka mengembangkan Savasa Smart Lifestyle seluas 37 hektar di Kota Deltamas dengan nilai investasi awal Rp 360 miliar.
Rencananya, mereka membangun sebanyak 2.500 unit yang terbagi dalam tiga tahap. Tahap pertama dikerjakan seluas 13 hektar dengan jumlah rumah 811 unit yang terbagi dalam 4 klaster dan 33 ruko.
Harga yang dipatok untuk rumah tahap pertama ini serentang Rp 900 juta hingga Rp 1,2 miliar dengan tipikal terkecil 64 meter persegi dan terbesar 80 meter persegi.
Presiden Direktur PT PanaHome Deltamas Indonesia Kazuhiko Tanaka mengakui saat ini bisnis properti di Indonesia memang sedang tidak dalam kondisi baik. Namun demikian, investasi yang direncanakan di sektor properti ini untuk jangka menengah dan panjang.
Dengan segmen sasaran kelas menengah Indonesia, Tanaka yakin Savasa Smart Lifestyle akan diterima pasar dengan baik.
Terlebih di sekitar lokasi pengembangan terdapat kawasan industri Greenland International Industrial Center (GIIC), tempat perusahaan-perusahaan Jepang beroperasi.
Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki ribuan karyawan yang juga membutuhkan hunian. Selama ini, kata Tanaka, mereka tinggal dan menetap di Jakarta.
Kondisi tersebut memungkinkan Savasa Smart Home bakal diserap juga oleh orang-orang Jepang melalui mekanisme home ownership program.
"Ada kemungkinan pembeli Savasa Smart Home adalah orang Jepang tersebut. Sejauh ini sudah 20 perusahaan Jepang tertarik membeli Savasa," cetus Direktur PT PanaHome Deltamas Indonesia Takaya Motooka.
Dengan struktur pasar demikian, Motooka dan Tanaka yakin, target penjualan senilai Rp 1 triliun akan terpenuhi dalam kurun 3 hingga 4 tahun ke depan.
Kota pintar ini memadukan keahlian Panasonic Group dalam teknologi dan Sinarmas Land dalam membangun hunian.
Smart township merupakan konsep desain pasif yang memaksimalkan penggunaan energi alami, diadopsi untuk pengembangan perkotaan dan pembangunan perumahan.
Sementara Smart security merupakan perangkat canggih yang dirancang Panasonic untuk meningkatkan keamanan di setiap rumah. Sistem pemantauan memungkinkan pemilik rumah memeriksa melalui gawai dari luar.
Adapun Smart home merupakan metoda konstruksi W-PC atau wall precast concrete dari Panasonic yakni powertech yang digunakan untuk meningkatkan keamanan rumah. Metode ini diklaim memenuhi kriteria bangunan tahan gempa.
Sedangkan smart community dirancang untuk mendukung aktivitas penghuni Savasa.
Kehadiran entitas raksasa-raksasa Jepang yang kerap dikenal sebagai "saudara tua" di sektor properti sejatinya sudah sejak kurun 1973.
Mereka merambah segala sub-sektor, mulai dari perumahan, kawasan industri, perkantoran, hingga pusat belanja.
CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono menjelaskan, investasi Jepang sejak beberapa tahun terakhir memang masih didominasi oleh mereka yang sebenarnya sudah aktif di Indonesia.
Beberapa di antaranya adalah Tokyu Land, setelah berkolaborasi dengan Jakarta Setiabudi International membangun Setiabudi Skygarden, mereka jalan sendiri dengan menggarap Branz BSD dan Branz Simatupang.
Kemudian Mitsubishi Corporation yang menjalin aliansi strategis dengan Sinarmas Land dan Lippo Group dengan membangun rumah tapak dan apartemen.
Namun, nama-nama lawas itu kini ditemani oleh mereka yang baru masuk dan menggarap pasar Indonesia. Sebut saja Daiwa House.
Rekam jejak para investor Negeri Sakura ini sejatinya sebanyak jumlah properti yang terbangun selama tiga dekade terakhir.
Nama-nama perusahaan kakap macam Mitsui Corporation, JAL Hotels Corporation, Tokyu Land, Sumitomo, Kyoei Corporation, dan Shimizu Corporation termasuk generasi pertama yang jeli menangkap peluang menjanjikan yang ditawarkan industri properti Nasional.
Proyek-proyek yang mereka bangun mewujud menjadi properti-properti yang berpengaruh. Bahkan beberapa di antaranya berkontribusi positif dan mendorong pertumbuhan perekonomian Nasional, seperti kawasan industri.
Satu bahasa yang kerap mereka kemukakan tentang pasar properti Indonesia adalah "potensi besar" yang terkait erat dengan demografi, populasi, dan peningkatan jumlah kelas menengah dengan daya beli semakin menanjak.
Itulah yang memotivasi Panasonic Group juga ikut bermain di sektor properti. Meskipun mereka sadar tahun ini sedang mengalami pelemahan, mereka tetap meyakini kebangkitan akan terjadi pada tahun-tahun mendatang.
https://properti.kompas.com/read/2018/09/16/060000321/savasa-cikarang-optimisme-jepang-bangkitkan-properti-indonesia