"Alibaba memiliki strategi ambisius untuk mempertemukan model bisnis daring dan luring," ujar Gil Luria, Director of Institutional Research di firma penyedia jasa finansial, D.A Davidson&Co.
Menurut Luria, apa yang dilakukan Alibaba ini mirip seperti Amazon yang melakukan akuisisi terhadap Whole Foods. Strategi utamanya adalah membuat penlanggan offline turut merasakan kenyamanan berbelanja online.
Untuk itulah, toko ritel milik Alibaba juga mengintegrasikan penggunaan teknologi, seperti penyediaan aplikasi Hema. Konsumen dimanjakan dengan berbagai kemudahan dalam berbelanja melalui aplikasi ini.
Penggunaan aplikasi memungkinkan pembeli untuk memindai barcode produk untuk mengetahui informasi, harga barang, juga ide resep yang bisa disajikan, sekaligus sebagai perantara pembayaran.
Konsumen bisa membayar belanjaan melalui platform Taobao atau Alipay. Kedua platform ini merupakan sistem pembayaran daring yang dimiliki Alibaba yang berafiliasi dengan Ant Financial.
Pelanggan bahkan bisa membayar belanjaan dengan melakukan pemindaian wajah di mesin yang disediakan. Aplikasi ini juga memudahkan pengunjung untuk membayarkan barang yang sudah mereka pilih.
Tak hanya sebagai ruang ritel, toko ini berfungsi ganda sebagai pusat distribusi. Karyawan akan berkeliling di sekitar toko untuk mengambil barang, kemudian diletakkan di conveyor belt. Barang tersebut nantinya akan langsung diantarkan ke tempat konsumen.
Biasanya, pelanggan dengan radius jarak 3 kilometer menerima belanjaan dalam dalam waktu 30 menit.
Alibaba juga membuka restoran dengan perantara robot. Di tempat ini, pemesanan makanan dilakukan melalui aplikasi dan mesin.
Di dalam, pengunjung bisa menggunakan gawai untuk memindai kode QR yang ada di atas meja, tentunya dengan aplikasi Hema. Dari sana semua hidangan, kecuali sup, disajikan ke pengunjung menggunakan peralatan otomatis.
"Dengan teknologi yang digunakan Allibaba, saya tidak akan terkejut jika mereka (Alibaba) menggunakan teknologi pengenalan wajah, pelacakan, hingga mendorong pembeli untuk membeli lebih, yang dianggap sebagai pengalaman berbelanja terbaik," ujar Luria.
Memperkuat anggapan Luria, perusahaan ini memang sedang mengembangkan teknologi pengenalan wajah atau face recognition.
Bahkan pada awal tahun, Alibaba mengeluarkan dana sebesar 600 juta dollar AS atau sekitar Rp 8,83 triliun untuk pendanaan SenseTime.
SenseTime merupakan sebuah perusahaan asal Hong Kong yang mengembangkan teknologi pengenalan wajah untuk pemerintah dan perusahaan di China.
Sementara pada tahun sebelumnya, Alibaba melakukan kerja sama dengan KFC untuk menawarkan model pembayaran dengan menggunakan sistem ini.
https://properti.kompas.com/read/2018/08/30/210000421/alibaba-tawarkan-pengalaman-berbelanja-serba-canggih