Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hanya 720.000 dari 8,1 Juta Tenaga Konstruksi yang Bersertifikat

Namun, tidak seluruh tenaga kerja konstruksi tersebut memiliki sertifikat. Bahkan, yang tercatat berserrifikat pun hanya 720.000 orang.

"Sertifikasinya terdiri dari tenaga ahli dan tenaga terampil. Kita terus menciptakan tenaga terampil,” ujar Syarif, Senin (30/7/2018) di Lapas Cipinang, Jakarta.

Kekurangan tenaga kerja bersertifikat di bidang konstruksi inilah yang memotivasi Kementerian (PUPR) mengadakan pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja konstruksi.

Salah satunya yakni pelatihan yang diadakan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang, Jakarta. Pelatihan ini diikuti oleh 100 narapidana (napi) yang dididik menjadi tenaga terampil dan bersertifikasi konstruksi.

Ke-100 narapidana itu terdiri dari 33 orang sebagai tukang kayu, 33 orang sebagai tukang batu, dan 34 orang sebagai tukang besi.

Setelah mengikuti pelatihan ini, diharapkan mereka memiliki kemampuan dan keterampilan serta sertifikat di bidang konstruksi.

Syarif menuturkan, selama ini tenaga yang bekerja di proyek konstruksi adalah orang yang sudah bekerja di lapangan. Maka dari itu, perlu diperbanyak melalui pelatihan kepada napi seperti ini.

Sebelumnya, kata Syarif, pelatihan serupa juga digelar di Lapas Nusakambangan yang secara keseluruhan diikuti oleh 320 peserta, 31 orang di antaranya adalah napi.

“Artinya percepatan tidak harus di dalam ruangan, yang sudah bekerja pun kita data dan ikut pelatihan. Kalau mereka lulus bisa dapat sertifikat,” ucapnya.

Pelatihan semacam ini diselenggarakan untuk memenuhi amanat Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017 yang mewajibkan tenaga kerja konstruksi memiliki sertifikat.

Jika kewajiban itu tidak dilaksanakan, ada sanksi yang diberikan kepada perusahaan yang mempekerjakan tenaga konstruksi tidak bersertifikat.

“Ini sesuai undang-undang yang mewajibkan tenaga kerja konstruksi harus bersertifikat. Bukan hanya mewajibkan, tetapi juga ada sanksinya. Sanksi yang terberat adalah perusahaan itu di-blacklist dan dicabut statusnya sebagai kontraktor atau konsultan,” beber Syarif.

Hal ini sebagai wujud untuk menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan ditandai dengan memiliki sertifikat.

Selain itu, tenaga kerja yang bersertifikat juga bisa mendapat kesejahteraan yang berbeda dibanding yang tidak bersertifikat.

“Bedanya, tenaga kerja yang bersertifikat memiliki standar kesejahteraan yang lebih tinggi, penggajiannya berbeda. Inilah bukti bahwa sertfikat itu artinya dia punya kompetensi atau keahlian,” imbuhnya.

Pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja konstruksi kepada para napi ini diadakan atas kerja sama Kementerian PUPR dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.

https://properti.kompas.com/read/2018/07/30/161920121/hanya-720000-dari-81-juta-tenaga-konstruksi-yang-bersertifikat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke