Sebagai gambaran, daya rusak sebuah truk bergandar tiga yang membawa beban sesuai kapasitas, setara dengan 6.000 kendaraan Golongan I atau kendaraan pribadi.
"Kalau overload, setiap kenaikan beban 1 roda itu misalnya 10 ton, ternyata kejadiannya 20 ton di satu tempat. Itu kerusakannya sama dengan dua pangkat empat atau 16 kalinya. Bayangkan, 16 kali 6.000, padahal investor cuma dapat segini," kata Herry di Jakarta, Kamis (3/5/2018).
Tak heran bila investor jalan tol sering kali menggelar razia untuk menindak truk nakal yang membawa beban berlebihan. Sebab, biaya perawatan jalan yang harus dikeluarkan besarannya berkali-kali lipat.
Di sisi lain, pendapatan yang mereka peroleh dari arus lalu lintas truk tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan. Untuk diketahui, tarif kendaraan Golongan III-V yang dibebankan hanya 1,5 hingga 2 kali lipat dari kendaraan Golongan I.
"Secara truk dia untung karena dia bsia lebih efisien. Tapi yang dikeluarkan badan usaha jauh lebih besar. Truknya sih murah, badan usahanya berdarah-darah," sebut Herry.
Herry mengingatkan, investor jalan tol dapat bertindak lebih tegas bila mendapati truk bermuatan berlebihan yang hendak masuk ke dalam jalan tol.
Mereka dapat menjadikan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Pertauran Pemerintah tentang Jalan Tol sebagai payung hukum untuk mencegah masuknya truk bermuatan lebih.
https://properti.kompas.com/read/2018/05/04/115409121/bpjt-investor-jalan-tol-berdarah-darah-karena-truk-overload