Daliana Suryawinata, selaku salah seorang kreator masterplan tersebut menyatakan, reklamasi dalam "Jakarta Jaya: The Green Manhattan" dibuat dengan tujuan mengatasi segala permasalahan yang ada di ibu kota selama ini.
Proposal ini juga untuk menciptakan paradigma baru, melalui integrasi sistem air yang memanfaatkan sungai, supaya tidak ada banjir lagi di Jakarta.
Daliana ingin ke depannya siapa pun yang berkunjung ke Jakarta bisa menikmati kota secara utuh dan merasakan pengalaman menjadi bagian dari penduduk Jakarta, seperti halnya yang terjadi di Berlin, Jerman.
Di Berlin tidak terlalu banyak tempat pariwisata dunia. Namun, wisatawan tetap berkunjung ke sana lantaran ingin merasakan menjadi penduduk Berlin, merasakan bagaimana kehidupannya di kota tersebut.
Dalam masterplan-nya, diperkirakan ada 1,9 juta penduduk di sana yang hidup di sana dengan segala macam fasilitas guna mendukung Jakarta lebih baik lagi.
"Jadi nanti akan ada mobil bertenaga surya dengan perbandingan 1:10, setiap 10 penduduk diberikan satu mobil tersebut, konsep berbagi mobil untuk transportasi di dalam pulau, kemudian 20 persen akan ada transportasi air karena ini pulau reklamasi sehingga ada kano, perahu," jelas Daliana.
Tingginya persentase ruang terbuka di pulau reklamasi itu diakui Daliana ingin melampaui capaian kota-kota lain. Dia ingin agar Jakarta menjadi kota hijau paling besar di dunia.
"Oleh sebab itu, dalam proposal Jakarta Raya ini jarak maksimum untuk bisa menemukan transportasi umum sekitar 200 meter, jadi masih walkable dan bukan jarak yang terlalu jauh untuk ditempuh di cuaca panas seperti di Jakarta ini," imbuhnya.
"Lalu akan ada juga 150 persen penyediaan green energy. Ini bahkan bisa memberikan energi ke seluruh Jakarta, bukan hanya di pulau dan juga kemudian kami canangkan 0 persen emisi karbon. Itu merupakan tujuan-tujuan kami atas program Jakarta Jaya," ujar dia.
Daliana mengatakan, kota-kota itu punya grid yang berbeda dan juga memiliki keunikannya masing-masing.
Kemudian bukan hanya grid Manhattan, Jakarta Jaya juga mengadopsi grid kota lainnya seperti Los Angeles dalam hal pembangunan gedung.
Di sana, pembangunan gedung tak melulu high rise. Namun, bervariasi ketinggiannya sehingga memberikan banyak ruang atau spasial di dalam kotanya.
Mereka akan menerapkan regulasi dalam mendirikan gedung-gedung. Jadi gedung paling tinggi hanya boleh ada di tengah kota, kemudian akan semakin pendek mendekati tepi pantai.
"Kami tidak bicara gedung-gedung pencakar langit yg menghalangi pemadangan kota seperti di China dan India, tapi kami akan menerapkan regulasi gedung dengan memberikan ruang kosong di bagian tengahnya agar orang tetap bisa melihat pemandangan kota," jelas Daliana.
SHAU akan menerapkan regulasi dalam mendirikan gedung-gedung. Jadi gedung paling tinggi hanya boleh ada di tengah kota, kemudian akan semakin pendek mendekati tepi pantai.
"Kami tidak bicara gedung-gedung pencakar langit yg menghalangi pemadangan kota seperti di China dan India, tapi kami akan menerapkan regulasi gedung dengan memberikan ruang kosong di bagian tengahnya agar orang tetap bisa melihat pemandangan kota," jelas Daliana.
WAFX Prize merupakan penghargaan atas karya arsitektur dunia proyek masa depan berbasis tantangan yang dihadapi sebuah wilayah dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan.
Proposal yang diajukan SHAU, terpilih sebagai pemenang menyingkirkan ratusan proposal lain dari 68 negara.
https://properti.kompas.com/read/2017/11/07/065715121/konsep-jakarta-jaya-tawarkan-sisi-positif-reklamasi-teluk-jakarta