Bersama kedua rekannya, Sarah (17) dan Fani (17), perempuan yang kini duduk di bangku kelas tiga sebuah SMA negeri di bilangan Jakarta Barat itu, mencoba mencari rilis teranyar dari film drama Korea yang tengah digandrungi kalangan remaja.
"Udah lama enggak ke sini. Biasanya kalau nonton film Korea itu lewat hape aja. Tapi karena kebetulan tadi lagi main di sekitar sini, ya sekalian aja mampir," kata Anggun kepada KompasProperti.
Tak kurang dari tiga judul film dipilih. Ia lantas mengeluarkan uang Rp 15.000 untuk membayar ketiga keping DVD itu.
"Di sini harganya lebih murah dibandingkan tempat lain. Biasanya kan kalau di luar itu harganya antara Rp 6.000 sampai Rp 7.000 ya," ucapnya.
Rizki sengaja memilih Glodok lantaran terkenal sebagai pusat servis konsol game di Jakarta.
"Kalau beli sih lewat online. Cuma agak nyesel aja, karena baru beli udah rusak. Mending beli langsung, tau barang, bisa nyoba, bisa nawar juga," keluh dia.
Bukan kali ini, Rizki berbelanja lewat online. Biasanya, bila ingin mencari barang kebutuhan lainnya, seperti jam tangan, baju, celana, hingga ponsel, ia langsung berselancar di dunia maya.
Harga barang yang relatif lebih murah serta kemudahan transaksi yang ditawarkan, menjadi alasan ia berbelanja secara online.
"Tapi baru sekarang sih rusak. Jadi agak nyesel aja kalau beli barang elektronik mahal, tapi langsung rusak," kata dia.
Memang, dari selisih harga yang ditawarkan, PS 3 Fat 60 GB milik Rizki, terpaut hampir Rp 600.000 lebih murah bila dibandingkan dengan yang ditawarkan pedagang di Pasar Glodok.
"Kalau kita berbelanja elektronik, usahakan lihat barang dulu. Karena enggak jarang ada pedagang nakal yang jualan online," kata Ahon, salah pedagang PlayStation.
Harga murah yang dipasang di situs jual beli online, menurut dia, sengaja dilakukan sebagai salah strategi untuk menggaet minat pembeli. Pasalnya, bila harga yang ditawarkan lebih tinggi dari pedagang lainnya, dikhawatirkan justru tidak akan dilirik.
Ketika barang dipesan, ia menambahkan, biasanya pedagang akan menghubungi pembeli untuk menawarkan barang lain dengan kualitas yang lebih baik dengan harga lebih tinggi. Bila pembeli bersedia, maka barang akan dikirimkan.
Namun, bila tidak bersedia, maka pilihannya dua, tetap dikirimkan barang sesuai pesanan dengan kualitas yang kurang baik, atau pesanan dibiarkan hingga kadaluarsa karena barang tidak ada.
Ahon mengaku, kehadiran online shop dan pusat perbelanjaan yang menawarkan konsep lifestyle, berdampak besar pada sepinya pengunjung ke Pasar Glodok.
"Anak saya saja kalau belanja suka ke Taman Anggrek, karena bisa sekalian cuci mata," kata dia.
Hal senada juga dikatakan Asisten Manager Pasar Glodok PD Pasar Jaya, Aswan. Itu disebabkan kemudahan cara membayar yang bisa didapatkan pembeli bila berbelanja secara online atau di pusat perbelanjaan modern.
"Kalau di sini kan orang harus bayar tunai. Tapi kalau di Giant, Hypermart, Electronic Solution, orang kan bisa nyicil," ujarnya.
Selain itu, jumlah pusat perbelanjaan di sekitar Jakarta pun tumbuh lebih banyak. Bila dulu Glodok merajai penjualan elektronik, sehingga masyarakat dari berbagai pelosok mana pun mendatanginya, kini sudah tidak lagi.
"Kalau belanja ke Electronic Solution, kita lihat TV harga Rp 2 juta, bisa dicicil dengan bunga 0 persen, flat setahun. Jatuh-jatuh itung-itung paling (cicilan) Rp 200.000 sebulan," ujarnya.
Kendati sepi pembeli, sebagian besar pedagang di Pasar Glodok memilih tetap berjualan. Lantaran, usaha mereka sebenarnya tak hanya di sini.
"Mereka punya usaha juga di luar daerah. Kalau di luar daerahnya bagus, mereka terus lakukan permintaan barang," ujarnya.
https://properti.kompas.com/read/2017/07/15/094431621/belanja-online-lebih-mudah-dan-praktis-ketimbang-di-glodok