LHOKSEUMAWE, KompasProperti - Sejumlah mobil terlihat berjejer di kompleks Bandara Malikussaleh di Desa Pinto Makmur, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, Minggu (9/7/2017).
Sebagian kendaraan roda empat itu terparkir di tanah kosong bersisian dengan bandara. Di tanah kosong itu pula banyak warga berdiri sembari melambaikan tangan pada penumpang yang hendak terbang.
Di sudut kiri bandara sebuah warung sederhana berdiri. Penumpang dan keluarganya duduk di kursi berbahan plastik yang ditempatkan hingga ke luar warung.
Beruntung ada pohon nan rimbun yang membuat warung itu sejuk. Pohon ini tak membuat warga gerah sembari menunggu jadwal penerbangan tiba.
Bandara ini sebelumnya milik PT Arun NGL, perusahaan pengolahan gas alam cair. Ketika perusahaan pelat merah itu tutup, aset tersebut diserahkan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Utara pada 16 Juni 2015 silam.
Namun, sejak fasilitas ini diserahkan kepada Pemkab Aceh Utara, belum ada perubahan signifikan. Hanya satu ruang bertambah dengan tulisan gerai "Dekranasda" di atasnya.
Kondisi bangunan lainnya masih utuh, macam ruang tunggu, dan dua ruang tunggu VIP, serta dua toilet masing-masing untuk pria dan wanita.
Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu ke Aceh Utara ternyata tak membuat perubahan besar.
Saat itu, Jokowi berjanji membantu memperpanjang landasan pacu bandara. Sayangnya janji itu belum terealisasi.
"Padahl maket run way baru sudah ada. Lihat ini dia," sebut Kepala Bandara Malikussaleh, Miswan.
Namun, sambung Miswan, dia belum tahu kapan penambahan landasan pacu dan segala macam fasilitas pendukungnya itu dibangun.
"Mungkin tahun 2025," kata Miswan tertawa.
Sementara Kepala Dinas Perhubungan Aceh Utara, F Barli mengatakan tahun lalu pemerintah pusat telah menyerahkan surat pada Kementerian Perhubungan RI. Isinya menyerahkan aset itu di bawah pengelolaan kementerian.
"Itu kan sesuai arahan presiden. Kalau di bawah kementerian maka pengembangan bandara lebih cepat. Kalau kita kelola itu masih subsidi dari dana daerah yang terbatas," tutur Barli.
Pemkab Aceh Utara, sambung Badli, tak mampu mengelola bandara itu. Saban tahun, pemkab menyubsidi bandara itu sebesar Rp 1,7 miliar.