Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belum Ada "Smart City" di Indonesia

Kompas.com - 22/09/2016, 18:24 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Dr Suhono Harso Supangkat menyatakan belum ada daerah di Indonesia yang mencapai nilai sempurna sebagai smart city.

Sejauh ini, kata Suhono, belum ada daerah yang sudah menjadi Kota maupun Kabupaten yang pantas disebut kota cerdas.

"Belum ada (Smart City), yang ada baru mengarah pada smart city," ujar Suhono seusai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Kolaborasi Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan Industri menuju Smart and Sustainable City di Universitas Muhammadiyah (UM) Magelang, Kamis (22/9/2016).

Suhono menjelaskan smart city adalah kota yang bisa mengelola sumber dayanya termasuk sumber daya alam dan manusia, sehingga warganya bisa hidup aman, nyaman dan berkelanjutan.

Kota cerdas diukur menggunakan Garuda Smart City Maturity Model untuk mengukur tingkat kematangan smart city dengan angka maksimal 100.

"Tahun lalu kami sudah menghitung, jika nilainya yang dicapai di atas 80 baru smart, tapi sejuah ini hasil pengukuran rata-rata masih berada di bawah 60. Jakarta dan Bandung masih dibawah 60," beber Suhono.

Beberapa daerah yang sudah mengarah sebagai kota cerdas, kata dia, antara lain Surabaya, Bandung, Tangerang, Bekasi, Bogor, Tangerang Selatan dan Kota Magelang.

Sementara di luar jawa, antara lain Pontianak dan Makassar.

Lebih lanjut Suhono memaparkan, ada sejumlah kriteria yang harus dicapai sebuah daerah untuk menjadi kota cerdas, yakni kesiapan sumber daya manusia, dan regulasi.

Kemudian teknologi, infrastruktur, pasar, pengeloaan sampah, energi, air dan yang tidak kalah penting adalah persepsi warga.

“Nggak banjir, nggak ada sampah, nggak ada pengangguran, nggak boleh macet, itu baru smart city. Intinya semua masyarakatnya bahagia,” tandas Suhono.

Sejauh ini masih diusahakan bagaimana agar teknologi, tata kelola dan masyarakat sebuah daerah siap dengan predikat kota cerdas.

Hal ini memerlukan proses dan waktu yang tidak sebentar sebab secara non-fisik mewujudkan smart city juga menyangkut mengubah pola pikir masyarakat.

"Kota cerdas bukan artinya sudah memasang teknologi, misalnya Wifi gratis. Tidak ada caranya membangun dalam kurun waktu 5-10 tahun, karena juga menyangkut pola pikir, bagaimana buang sampah, berlalu-lintas dan lainnya," paparnya.

Hal yang lebih penting, tegas Suhono, menjadi kota cerdas berarti kota yang mengetahui permasalahan yang ada di dalamnya (sensing), dan memahami kondisi permasalahan tersebut (understanding).

Tak hanya itu, juga dapat mengatur (acting) berbagai sumber daya yang ada untuk digunakan secara efektif dan efisien dengan tujuan memaksimalkan pelayanan kepada warganya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau