JAKARTA, KOMPAS.com - Kesan pertama saat melihat Masjid Nuurur Rahmaan di kompleks Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) adalah warnanya yang cerah tapi juga lembut.
Masjid ini baru diresmikan Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan Baldan pada Jumat (3/6/2016), atau Jumat terakhir sebelum memasuki bulan puasa.
Sebelum pembukaan, Ferry sempat berbisik kepada Kompas.com, tentang penampilan masjid tersebut.
"Masjidnya warna-warni, ya?" ujar Ferry sambil melangkah menuju pintu utama masjid untuk melakukan prosesi peresmian.
Memang betul, di bagian eksteriornya, ada sejumlah warna yang diterapkan mulai dari hijau, kuning gading, dan merah bata.
Sebagian besar masjid diselimuti perpaduan kuning gading dan merah bata, sementara warna hijau menandai tempat mimbar di dalamnya atau sebagai arah kiblat.
Namun, tidak sampai di sana hal menariknya. Bangunan seluas 500 meter persegi ini memiliki fitur unik yaitu passive design sehingga ramah lingkungan.
Kolom pembentuk mimbar di bagian eksteriornya, terdiri dari 10 kolom yang masing-masing di kiri dan kanan berjumlah lima tiang.
Menurut Ferry, hal ini menunjukkan waktu shalat wajib bagi umat muslim dalam satu hari yaitu 5 waktu, Subuh, Zuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya.
Selain memiliki arti tersebut, kolom ini dibangun berjejer dan memudahkan aliran udara masuk dan keluar masjid.
Di bawah kolom-kolom ini, terdapat kolam dengan air mengalir yang menggambarkan kehidupan muamalah, yaitu hablum minannas.
Arah air dari dalam keluar merupakan refleksi bahwa salat memiliki efek terhadap kehidupan di luar masjid dan sebagai sarana keseimbangan antara ibadah vertikal, yaitu manusia dengan Allah dan ibadah horisontal, yaitu sesama manusia, misalnya dengan bersedekah.
Sementara seluruh tembok yang melindungi masjid ini dibuat dengan lubang-lubang karena bertujuan sama, yaitu memudahkan pergantian aliran udara.
Dinding yang terbuka ini dimaksudkan untuk penghematan energi dari sisi pencahayaan dan penggunaan pendingin ruangan.
Masjid yang mengadopsi kearifan lokal tradisional-joglo ini memiliki tinggi puncak 17 meter dari lantai, yang merefleksikan kewajiban jumlah rakaat salat bagi umat muslim.