Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Faktor Penghambat Daya Saing Pasar Jasa Konstruksi Indonesia

Kompas.com - 19/05/2016, 23:34 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Daya saing Indonesia di pasar jasa konstruksi masih kalah dengan beberapa negara di regional Asia Tenggara.

Padahal pemerintah menargetkan ekspor jasa konstruksi sebesar Rp 15 triliun hingga 2019 nanti.

Baca: Pemerintah Targetkan Ekspor Jasa Konstruksi Senilai Rp 15 Triliun

Daya saing jasa konstruksi Indonesia masih ada di peringkat 37, di bawah Singapura. Sementara di bidang infrastruktur, daya saing Indonesia ada di peringkat 62, di bawah Thailand, Filipina, dan Vietnam.

"Itu terjadi karena tantangan kita dalam membangun adalah negara kepulauan. Jadi misalnya ketika membangun di Papua biayanya bisa lebih mahal, tiga sampai empat kali dibanding dengan di daerah lain," jelas Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yusid Toyib, di Jakarta, Kamis (19/5/2016).

Oleh sebab itu, segala paket ekonomi yang sudah dikeluarkan sampai saat ini diharapkan bisa membuat investor asing masuk ke Indonesia.

Hambatan lainnya yang membuat daya saing Indonesia cenderung lemah juga disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), Zali Yahya.

Menurutnya, persepsi kontraktor dan tenaga ahli konstruksi di Indonesia masih menganggap pasar konstruksi lokal masih sangat tinggi, jadi tak perlu melebarkan sayap hingga ke luar negeri.

"Selain itu, hambatan lainnya adalah budaya kita yang tidak menghormati kontrak dan berujung pada ketidakpahaman akan hak dan kewajiban serta akses pemodalan yang masih terbatas," tambah Zali.

Pada gilirannya, ketidakpahaman terhadap dokumen kontrak juga seringkali mengancam pembayaran kepada pelaku jasa konsruksi.

Hambatan lainnya yang juga cukup mengganggu persaingan adalah ditetapkannya PPH final terhadap pelaku ekspor konstruksi.

PPH final sebesar 3 persen ini, dinilai menghambat. Terlebih bagi penyedia jasa konstruksi yang sudah go international bisa terkena pajak ganda, di negeri tempat mereka membangun kena, di negara sendiri kena.

"Bukannya cengeng, tapi itu bisa membuat nggak kompetitif. Padahal kan kita menghimbaunya supaya mereka nggak jago kandang, tapi juga internasional," pungkas Zali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com