JAKARTA, KOMPAS.com - Terbitnya perizinan pelaksanaan reklamasi untuk proyek-proyek skala besar di Pantai Utara Jakarta, Teluk Benoa Bali, maupun Pantai Losari Makassar, Sulawesi Selatan, dinilai sebagai representasi kemalasan pemerintah memperbaiki kota yang ada.
Reklamasi juga dipandang sebagai kesalahan berpikir tentang perlunya eskpansi horisontal tata ruang wilayah.
Demikian pengamat perkotaan sekaligus pendiri Rujak Center for Urban Studies, Marco Kusumawijaya kepada Kompas.com, Senin (4/4/2016).
Menurut Marco, bukan reklamasi yang ditempuh untuk memperbaiki dan memperluas ruang hidup bagi Jakarta, Bali, dan Makassar, yang diperlukan sebaliknya yakni meningkatkan terus kepadatan dan kualitas kawasan kota yang ada dengan infrastruktur yang lebih mencukupi dan baik.
"Kita harus berpikir jangka panjang demi ekologis, dan untuk itu justru harus intensifkan lahan (kawasan) kota yang ada, bukan ekspansi horisontal," tuturnya.
Ekspansi horisontal hanya akan menambah biaya ekologis pada proses produksinya maupun proses pemakaian ruangnya. Baca: Ahok Pastikan Reklamasi Tetap Berjalan Meski Ada Kasus Suap
Pada prinsipnya, kata Marco, kita memerlukan ruang, bukan tanah. Kita memerlukan ruang yang dilayani infrastruktur yang baik. Kita juga memerlukan kota yang efisien, produktif dan berkualitas untuk melayani kelas menengah baru kita yang tumbuh pesat.
"Jangan lantas semua itu diartikulasikan sebagai eksspansi horisontal. Berpikirlah bahwa itu hanya bisa dilakukan dengan intensifikasi ruang," kata Marco.
Reklamasi itu sepenuhnya tergantung perizinan, tidak mengandung kerepotan berurusan dengan kemajemukan kepemilikan lahan, mengandung potensi korupsi, kolusi dan nepotisme.
Reklamasi juga cenderung menjual lahan dengan marjin keuntungan yang besar sekali, sehingga akan mendongkrak spekulasi harga lahan di dalam kota menjadi makin tidak terjangkau oleh kelas menengah yang sedang tumbuh.
Reklamasi hanya merusak
Adapun potensi kerusakan reklamasi adalah potensi kerusakan alam dan kemaritiman, termasuk nelayan, juga sangat besar.
Reklamasi untuk keperluan infrastruktur seperti pelabuhan laut dan bandar udara pun perlu dirasionalisasi agar sekecil mungkin, bukan sebesar mungkin.
"Yang harus besar itu kapasitas, bukan luas. Banyak pelabuhan dan bandara di dunia yang kompak tapi kapasitasnya tinggi, bukan karena luas, tapi karena tata ruang, manajemen dan teknologi yang baik," papar Marco.
Karena potensinya merusak, maka menurut Marco reklamasi tidak ada manfaatnya. Meskipun berbagai kalangan, termasuk pengembang berargurmen bahwa proses produksi reklamasi, termasuk produksi bangunan di atasnya, akan menambah pertumbuhan ekonomi.