"Meningkatkan profesionalisme dan menjaga integritas bagi profesi dan pelaku jasa konstruksi menjadi hal yang penting, terkait terbukanya kesempatan tenaga kerja dari luar masuk ke Indonesia bersamaaan berlakunya MEA sejak 2015 kemarin," ujar Ketua Panitia Seminar Nasional Revolusi Mental "Menuju Jasa Konstruksi Indonesia Bersih", Achyaruddin Yusuf, di Jakarta, Selasa (8/3/2016).
Sinergi yang terwujud dalam kebijakan di sektor jasa konstruksi ini, kata Achyaruddin, nantinya diharapkan dapat mendukung pengembangan dan pengelolaan jasa konstruksi yang lebih baik dan transparan.
Dengan demikian, tata nilai dan budaya malu dalam menyelenggarakan tata kelola bernegara dapat kembali ditegakan.
Tujuan pengelolaan jasa konstruksi yang transparan tersebut berangkat dari Nawa Cita, 9 Agenda Prioritas yang menjadi program kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kala.
Nawa Cita ini merupakan agenda pokok yang dirumuskan untuk melanjutkan semangat perjuangan dan cita-cita Soekarno untuk berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor konstruksi memerlukan pembinaan melalui berbagai kegiatan seperti seminar, workshop dan training.
“Program Nawa Cita, terutama revolusi mental, sangat mendesak untuk diimplementasikan mengingat mentalitas koruptif dan manipulatif yang sudah sangat memprihatinkan," jelas Achyaruddin.
Seminar ini membahas tentang kebijakan dan strategi pencegahan terjadinya korupsi pada sektor jasa konstruksi dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait di dalamnya, yakni kementerian dan lembaga.
Kebijakan dan strategi tersebut akan dirumuskan berdasarkan masukan dari berbagai pihak, baik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dewan Perwakilan Rakyat Republik lndonesia (DPR RI), asosiasi di bidang jasa konstruksi dan di bidang konsultan, serta pakar kebijakan di bidang konstruksi.