Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nelayan Muara Angke Digusur Tanpa Kompensasi Rumah Baru

Kompas.com - 12/11/2015, 10:00 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pantai di Muara Angke sekarang sudah terkikis hingga dua kilometer. Rumah-rumah warga yang kebanyakan berupa gubuk dan tidak memiliki sertifikat, mulai digusur.

"Sudah ada 300-an rumah yang digusur, sampai hari ini tidak ada (dari korban penggusuran) yang ditempatkan di rumah susun," jelas Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Kongres Nelayan Tradisional Indonesia (DPW KNTI) Muara Baru Muhammad Taher kepada Kompas.com, Rabu (11/11/2015).

Penggusuran rumah ini, kata Taher, merupakan dalih Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menghilangkan kawasan kumuh. Namun, dia menyayangkan para korban penggusuran tidak mendapat tempat baru.

Kebanyakan dari mereka terpaksa pulang kampung atau tinggal di tempat saudara dan tetangga. Sementara nelayan yang biasa bekerja di sekitar Waduk Pluit dan dipindahkan ke rumah susun sewa (rusunawa) Marunda, juga mulai kehilangan pekerjaannya.

Menurut Taher, dulu sempat ada angkutan laut yang dijadikan alternatif wahana mata pencaharian nelayan. Namun, kini sudah tidak ditemukan lagi. Para nelayan ini pun kembali ke Muara Angke untuk melaut.

"Rusunawa itu bukan solusi, karena tidak menjadi hak milik. Rumah susun milik (rusunami) solusinya, sehingga kita merasa memiliki. Rusunami kan masih bisa diwariskan nantinya," jelas Taher.

Dia percaya, sebagian besar nelayan mampu membeli unit rusunami. Seharusnya pemerintah lebih berkonsentrasi pada daya saing nelayan dengan pemberian pelatihan-pelatihan untuk mengendalikan kapal.

Taher mengungkapkan, selama ini Pemprov DKI Jakarta tidak pernah berkontribusi dalam kegiatan nelayan dalam mencari ikan. Kapal untuk melaut saja, para nelayan harus membuatnya sendiri. Saat penggusuran, mereka juga tidak diberi insentif.

"Sebanyak 1500 kepala keluarga di Muara Angke hidup turun menurun, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bayar, tapi sertifikat tidak pernah terbit. Sepanjang kali itu pemukiman nelayan semua. Sekarang muncul isu digusur," tandas Taher.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau