Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kualitas Hidup di Hongkong Memburuk

Kompas.com - 25/09/2015, 20:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com - Tak ada yang membantah, Hongkong dengan embel-embel kehidupan kota gemerlap, lengkap dengan masyarakatnya yang makmur, dan segudang orang kaya, serta merupakan salah satu pusat keuangan dan bisnis dunia, adalah tanah harapan.

Namun, siapa kira dibalik semua "kosmetika menor" tersebut, kota ini justru mengalami kemunduran kualitas hidup. Kepala Kamar Dagang dan Industri bidang Properti China Cabang Hongkong, Ivan Ko, menelisik paradoks tersebut dalam sebuah artikel menarik yang dipublikasikan South China Morning Post.

Menurut Ivan, Hongkong kini dikeluhkan sejumlah kalangan. Masyarakat tidak puas atas kondisi kota yang kian memburuk selama satu dekade terakhir. Anjloknya kualitas hidup ini bahkan lebih signifikan dibanding menurunnya kualitas hidup di kota-kota lainnya.

"Indikator menurunnya kualitas hidup itu antara lain harga properti yang menjulang, cepat menyusutnya ruang hidup, memburuknya polusi udara, ruang publik yang kurang menarik, tekanan kerja tinggi, jam kerja panjang, minimnya sekolah internasional, turunnya jumlah toko tua dan tradisional yang digantikan pusat belanja monoton," papar Ivan.

www.dailymail.co.uk Dengan jumlah penduduk tujuh juta jiwa di wilayah hanya 426 mil persegi, Hong Kong adalah salah satu daerah terpadat penduduknya di dunia. Lewat kamera, Romain berupaya menggambarkan kepadatan itu.
Hal tersebut, lanjut Ivan, menyebabkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat, orang-orang China daratan, dan orang asing yang berencana tinggal di Hongkong. Padahal, kualitas hidup yang baik dapat menjadi pelumas efektif bagi masyarakat atau bahkan insentif yang kuat bagi masyarakat lokal untuk berkontribusi dan berkomitmen membangun masa depan dengan cara yang positif.

Sementara untuk orang asing, memberikan mereka alasan menarik dan mendorong untuk berpartisipasi dalam perekonomian kota atau aspek sosial masyarakat lainnya.

Di sisi lain, kualitas hidup yang kian memburuk akan mendorong keluhan di kalangan masyarakat terhadap pemerintah dan mencegah orang asing untuk datang, atau bahkan sebaliknya memaksa mereka angkat kaki dari Hongkong.

"Hidup yang berkualitas, pada kenyataannya, harus menjadi salah satu tujuan yang paling penting dari masyarakat. Ini merupakan agenda penting bahwa pemerintah harus mengatasi semua ini," tutur Ivan.

www.dailymail.co.uk Dengan jumlah penduduk tujuh juta jiwa di wilayah hanya 426 mil persegi, Hong Kong adalah salah satu daerah terpadat penduduknya di dunia. Lewat kamera, Romain berupaya menggambarkan kepadatan itu.
Jika pemerintah hanya menekankan parameter ekonomi seperti peningkatan pendapatan per kapita, mengumpulkan sebanyak mungkin cadangan devisa, memperkuat sinergi politik, mencari peringkat global lebih tinggi, dan lain sebagainya, niscaya akan kehilangan fokus pada tujuan akhir yakni menyediakan kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakatnya.

Namun, ketika kita dihadapkan pada harga jual dan sewa rumah yang melambung, sangat mustahil untuk menarik kesimpulan kualitas hidup di Hongkong justru meningkat. Sebut saja apartemen Telford Garden yang berada di atas stasiun MTR di kawasan Ngau Tau Kok. Sebuah unit berukuran 41,8 meter persegi dibanderol sewa seharga Rp 30 juta per bulan dan Rp 11,3 miliar untuk harga jual.

Semakin hari kian menyusut unit-unit apartemen yang disewakan dan dijual. Sementara harga sewa dan harga jual semakin meroket tajam. Fenomena menyusutnya ukuran hunian ini telah berlangsung selama lebih dari satu dekade. Sehingga kemudian lahir gaya hidup atau genre baru rumah-rumah berdimensi mini.

www.dailymail.co.uk Jacquet merilis serangkaian gambar yang mengumbar nuansa "vertigo" dan merangsang nilai-nilai arsitektur Hong Kong. Di sinilah ia berhasil menangkap fenomena melonjaknya gedung pencakar langit di negara itu.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah generasi masa depan harus tinggal di rumah mini yang tidak diinginkan seperti itu?

Menjadi kota makmur dan pusat metropolitan global, kata Ivan, harus disertai dengan penetapan kebijakan kualitatif untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya dan bukan hanya target kuantitatif sekian banyak rumah terbangun yang dihitung berdasarkan angka. Aspirasi untuk kualitas hidup yang lebih baik harus menjadi prioritas pertama.

Ivan menyarankan agar pemerintah segera meluncurkan survei untuk mengukur opini, ide dan saran dari masyarakat, termasuk ekspatriat dan warga China daratan yang tinggal di Hongkong. Survei publik ini harus membantu mengatur kebijakan jangka panjang untuk membawa masyarakat ke tingkat berikutnya yakni masa depan yang lebih diinginkan dan bahagia.

"Sudah saatnya pemerintah mengubah proses pembuatan kebijakan dari hanya konsultasi sektor bisnis dan organisasi terkait, untuk membuat keputusan kebijakan yang berorientasi publik. Pada era yang semakin terbuka dan lebih partisipatif ini, proses pembuatan kebijakan harus lebih didasarkan pada aspirasi pengguna dan menjadi lebih inklusif, bukan pemerintah memutuskan untuk rakyat apa yang terbaik bagi mereka," pungkas Ivan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau