JAKARTA, KOMPAS.com - Pada Februari 2015 silam Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mendukung rencana penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi para pembeli hunian pertama yang saat ini sedang dimatangkan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan. Tujuannya tak lain adalah untuk meringankan masyarakat kelas menengah dengan harga rumah di bawah Rp 1 miliar.
Namun, ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan keringanan tersebut. Sesuai rencana penghapusan itu, masyarakat yang baru pertama kali membeli rumah akan dibebaskan dari kewajiban membayar PBB dan BPHTB. Hal itu lebih didasarkan pada siapa subjek pajaknya, bukan objek pajak yang dibeli.
Pengamat pajak, Yustinus Prastowo, turut mendukung realisasi dari rencana itu. Menurut dia, kebijakan tersebut sangat tepat karena akan membantu meningkatkan daya beli masyarakat kita sehingga tidak memburuk.
"Bila PBB dihilangkan, pendapatan pemerintah daerah akan berkurang sekitar Rp 250 miliar. Tapi, ini bisa ditutup dengan pengoptimalan pajak di sektor lain. Contohnya pajak hiburan, reklame, komersial, masih banyak sekali yang belum benar-benar taat pajak,” jelas Yustinus pada KOMPAS.com, Kamis (10/9/2015).
Dengan pengoptimalan pajak di sektor lain, jumlah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) akan tetap tertopang. Namun, Yustinus tidak menampik rencana penghapusan PBB ini akan bebas dari kecurangan administratif.
Menurut dia, subyek pajak yang mendapat keringanan itu antara lain pekerja sektor informal, masyarakat berpengasilan rendah, pensiunan, POLRI, TNI, anggota veteran, pemegang kartu keluarga sejahtera (KSS), dan rumah untuk kepentingan sosial seperti panti jompo dan panti asuhan. Untuk itulah, pengawasan ketat harus diutamakan untuk memastikan seorang wajib pajak benar-benar tergolong sebagai masyarakat menengah sesuai dengan kriteria bebas PBB
Rencana ini akan menjadi jalan keluar bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang merasa tercekik dengan PBB tanah mereka sendiri. Kenaikan PBB dari tahun 2014 hingga 2015 ditandai dengan target PBB Rp 8 triliun, meningkat 23% dari target PBB tahun 2014 lalu sebesar Rp 6,5 triliun.
Seorang pemilik rumah di kawasan Tangerang, Hardianto, mengaku memang sejak 2014 ke 2015 jumlah PBB yang harus ia bayarkan hanya mengalami kenaikan beberapa puluh ribu rupiah saja. Sebagai pemilik rumah dengan harga jual di bawah Rp 1 miliar, bila rencana penghapusan PBB direalisasikan, maka Hardianto akan turut mendapatkan keuntungannya. Karena menurutnya, meskipun besar tagihan PBB yang ia bayarkan tidak terlalu besar, namun dengan adanya kemungkinan kenaikan PBB di tahun-tahun mendatang tentu jumlah tersebut akan terus bertambah tanpa bisa diperkirakan.
Hal serupa juga dituturkan oleh Indra Zaka Permana, warga Petukangan Jakarta Selatan yang memang berencana membeli hunian pertama di awal 2016. Menurutnya, pembebasan PBB akan mengurangi pengeluarannya karena tidak ada kewajiban membayar tagihan tahunan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.