Program penambahan LRB di wilayah DKI Jakarta harus dikaji kembali sebelum berdampak negatif. Menurut Nirwono, ada tiga kendala yang harus menjadi fokus pemerintah yakni tidak adanya pemeliharaan LRB yang sudah pernah dibuat, penambahan jumlah LRB berarti bertambah pula biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeliharaannya, dan penerapan LRB di taman lingkungan serta taman kota yang lebih baik digantikan dengan sumur resapan.
“Tidak semua tempat bisa dipenuhi dengan LRB. Bila pemerintah terus menggencarkan penambahan LRB, bayangkan dalam satu taman kota dibuat 1000 lubang dengan tujuan memaksimalkan penyerapan air hujan. Nantinya justru akan merusak kondisi dari tanah itu sendiri, dan berbahaya bagi pengunjung taman," papar Nirwono kepada Kompas.com, Selasa (8/9/2015).
Lebih baik, imbuh dia, LRB digantikan saja dengan sumur resapan yang daya tampung dan serapnya lebih besar.
Nirwono juga menegaskan, pada dasarnya sebuah lahan yang masih kosong memiliki daya serap air hujan hingga 100 persen. Bila pada lahan tersebut akan dibuat sebuah bangunan masif, pemilik bangunan harus tetap memperhitungkan pembuatan LRB ataupun sumur resapan sehingga daya serap lahan tidak berkurang.
Meski Provinsi DKI Jakarta menargetkan penambahan 1 juta LRB untuk setiap wilayah, namun menurut pemantauan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta, hingga saat ini belum ada program yang dijalankan untuk menambahkan LRB di wilayah manapun di ibu kota.