“Rencana penghapusan BPHTB sebaiknya dikaji kembali. PBB lebih didasarkan pada obyek pajak, sedangkan BPHTB didasarkan pada subjek pajaknya. Sementara subjek pajak belum tentu benar-benar dalam keadaan tidak mampu," ujar Yustinus kepada Kompas.com, Kamis (10/9/2015).
Dia melanjutkan, bisa saja yang dibeli subyek pajak adalah rumah di bawah Rp 1 miliar, namun bagaimana bila orang yang sama juga membeli rumah lain atas nama istri, anak, saudaranya.
Karena itu, dia tidak setuju penghapusan BPHTB. Ketimbang dihapuskan, Yustinus mengusulkan alternatif lain yakni menaikkan Nilai Objek Tidak Kena Pajak dari minimum Rp 60 juta menjadi Rp 200 juta. Dengan cara ini, pemerintah dapat memisahkan masyarakat yang mampu membayar pajak dan tidak.