SURABAYA, KOMPAS.com — Laju pembangunan hotel di Surabaya relatif lebih lambat dibandingkan Jakarta atau Bali. Hal ini ditandai dengan kinerja negatif tingkat hunian dan tarif rerata harian atau average daily rate (ADR).
Menurut riset Colliers International Indonesia ADR, hotel di ibu kota Jawa Timur ini terus menunjukkan penurunan. Pada 2014 masih bertengger di angka 59,58 dollar AS, kini menjadi 55,19 dollar AS atau anjlok 9,42 persen.
Demikian halnya dengan tingkat hunian yang berada pada level 52,70 persen atau terburuk sepanjang sejarah. Gejala penurunan sejatinya sudah terjadi pada 2014 sebesar 2 persen menjadi 62,95 persen dari sebelumnya 64,22 persen pada 2013.
Kinerja negatif ini, kata Colliers, disebabkan penurunan permintaan seiring diberlakukannya kebijakan pelarangan mengadakan rapat di hotel, selain tentu saja Surabaya juga mengalami kelebihan pasok. Sebuah fenomena yang dialami oleh kota-kota lainnya di Indonesia.
Berkurangnya jumlah kunjungan tamu asing melalui Bandara Internasional Juanda selama semester I-2105 ikut memengaruhi penurunan kinerja hotel. Padahal, turis asing berkontribusi besar dalam menggenjot pertumbuhan permintaan kamar hotel. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), selama enam bulan pertama tahun ini, hanya terdapat 61.000 pengunjung asing. Angka ini sama dengan 28 persen dari total pengunjung pada 2014.
Sementara dalam dua tahun mendatang atau tepatnya tahun 2017, akan ada tambahan 1.180 kamar yang berasal dari enam hotel.
"Keenam hotel tersebut adalah Dafam Kayun dan Ayola Nginden yang merupakan hotel bintang tiga, Kila Widodaren Aerowisata, Howard Johnson, Mercure Praxis, dan Bedrock Hotel yang masuk kategori bintang empat," tulis Colliers.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.