BANGKA TENGAH, KOMPAS.com - Status kepemilikan warga negara asing (WNA) atas properti di Indonesia sudah jelas. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan tidak ada yang perlu diperdebatkan karena hal tersebut bukanlah sesuatu yang rumit.
Ferry menilai, dengan kesempatan memiliki properti, maka WNA tidak akan mengalami kesulitan jika ingin tinggal di Indonesia.
"Saya sudah sampaikan ke Menteri Keuangan dan Menteri Koordinator Perekonomian,
yang penting, setiap orang asing yang masuk Indonesia kalau jelas urusannya, mereka tidak susah," ujar Ferry Kompas.com di Bangka Tengah, Bangka Belitung, Kamis (20/8/2015).
Ferry menegaskan, jika WNA masuk ke Indonesia hanya sebagai turis maka tempat tinggalnya sudah jelas di hotel atau penginapan. Sementara, jika WNA datang sebagai pelajar atau ekspatriat yang bekerja, maka dimungkinkan memiliki tempat tinggal.
Menurut dia, saat ini pemerintah mencoba untuk mencegah WNA yang hanya dengan alasan punya properti, menjadi tidak perlu mengurus izin tinggal.
"Hari ini kan banyaknya seperti itu. Orang asing seolah gampang dan mudah beli apartemen tapi dia tidak mengurus izin tinggalnya. Itu yang menjadi catatan," sebut Ferry.
Ferry menambahkan, hal yang sama juga berlaku jika warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri. WNI harus deposit sejumlah uang jika memang datang sebagai ekspatriat. Hal tersebut lumrah saja.
Namun begitu, Ferry lebih menyetujui jika Pmerintah menerapkan hak pakai daripada hak milik. Ini supaya substansi pendataannya tetap ada. Meskipun bukan disebut hak milik, tapi saat WNA sudah membeli dan menempati dengan izin tinggal yang jelas, mereka bisa memilikinya.
Ketika mereka meninggal, lanjut Ferry, hak itu tidak hilang. Properti ini bisa diwariskan kepada ahli waris. Dengan catatan, sepanjang ahli warisnya juga tinggal di Indonesia.
"Kalau tidak tinggal, dia harus melepas haknya dengan menjual. Rumah atau apartemen yang dibangun jangan dibeli oleh orang asing yang tinggal di luar negeri, kemudian disewakan kepada rakyat kita. Itu yang tidak boleh," tegas Ferry.
Ferry menekankan, masyarakat Indonesia banyak yang membutuhkan rumah. Jangan sampai uang yang dikeluarkan WNI habis untuk menyewa apartemen milik WNA.
Meski begitu, pemerintah juga memberikan waktu kepada ahli waris WNA dalam menjual atau mengurus propertinya. Ferry tidak ingin merampas apa yang sudah menjadi hak seseorang, sekalipun mereka adalah WNA.
Bukan untuk investasi
Ferry juga menekankan, properti yang dimiliki oleh WNA bukanlah untuk investasi. Properti ini murni untuk ditinggali. "Kalau dia mau usaha, dia harus punya izin (lain) lagi. Boleh bikin hotel atau restoran," kata Ferry.
Contohnya, kafe Starbucks di Indonesia bisa ditemukan di mana-mana. Penyebaran ini, menurut Ferry, tetap ada aturan mainnya. WNA yang telah memiliki properti tidak boleh menggunakannya sebagai celah untuk lahan bisnis.
Terkait unitnya, pemerintah tidak perlu membatasi. Namun, tetap tidak boleh membeli properti yang mendapat subsidi pemerintah.
Begitu pula dengan batasan harga, bukan sesuatu yang mendesak. "Ada yang inginkan batasan harga, silakan. Tapi menurut saya, harga kan naik. Artinya saya bilang Rp 5 miliar, tapi dua tahun lagi belum tentu itu barang mewah," pungkas Ferry.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.