SURABAYA, KOMPAS.com - Surabaya semakin gemerlap. Bukan hanya karena ibu kota Jawa Timur ini diganjar berbagai macam penghargaan level nasional maupun internasional sebagai kota dengan predikat terbaik, melainkan masifnya proyek-proyek skala jumbo.
Satu di antara sekian yang menyita atensi adalah Ciputra World Surabaya (CWS). Serupa dengan kembarannya di ibu kota, Citra World Jakarta (CWJ), skala pengembangan CWS juga boleh dibilang raksasa. Luas lahan sekitar 9 hektar dengan total luas bangunan keseluruhan hingga seri ketiga adalah 750.000 meter persegi atau 75 hektar.
Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk, Harun Hajadi, menjelaskan, bangunan yang sudah beroperasi di dalam kompleks CWS adalah CWS Mall seluas 80.0000 meter persegi, dua menara apartemen The Via Vue seluas 40.000 meter persegi, dan fasilitas penunjang seluas 160.000 meter persegi.
"Sementrara CWS tahap dua terdiri atas SOHO Skyloft, The Voila Apartment, dan Ciputra World Hotel," tutur Harun.
Ciputra World Hotel yang dikelola Swiss-Belhotel International sudah beroperasi. Sedangkan SOHO Skyloft, dan The Voila Apartement sedang dalam penyelesaian konstruksi.
Ada pun CWS seri ketiga, terang Harun, bakal terdiri atas CWS Mall Extension seluas 70.000 meter persegi, Ciputra World Office Tower seluas 40.000 meter persegi, SOHO Skyloft Tahap II 41.000 meter persegi, ball room 12.000 meter persegi, dan hotel bintang tiga 14.000 meter persegi.
Seluruh kompleks ini juga nantinya akan ditambah dengan fasilitas parkir seluas 75.000 meter persegi menjadi 235.000 meter persegi.
Guna merealisasikan CWS seri ketiga, dana yang diinvestasikan PT Ciputra Surya Tbk senilai Rp 2,250 triliun.
Ekstra hati-hati
Harun mengisahkan membangun superblok sekelas CWS tidak semudah perkiraan. Terlebih situasi ekonomi yang mengalami masa-masa naik turun, dan gejolak Rupiah yang membuat iklim bisnis menjadi tidak pasti.
"Itu kami antisipasi juga. Termasuk sulitnya melakukan pembebasan lahan, menyusun desain, dan lain sebagainya. Harus ada kompromi di sana-sini dan ekstra hati-hati. Kami mendesain bisa ganti sepuluh kali untuk bisa mencapai detail engineering design," papar Harun.
Namun, di antara sekian kendala yang dialami PT Ciputra Surya Tbk, yang paling menyulitkan adalah tahap membangun dan menjual. Pasalnya, superblok ini berada di daerah Jl Mayjen Sungkono, yang sudah dikelilingi permukiman, dan bangunan komersial lainnya.
Demikian halnya masa-masa penjualan. Pasar pada awalnya belum bisa menerima konsep baru yang ditawarkan. Namun, seiring dengan tingginya kebutuhan akan hunian, dan juga fasilitas komersial, CWS disambut positif.
Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, tak menyanggah fenomena uniknya pasar Surabaya. Menurut dia, pasar ibu kota Jawa Timur ini mementingkan rekam jejak. Jika awalnya sudah bagus, maka tingkat kepercayaan pasar (confidence level) akan paralel dengan pengembangan, dan penjualan proyek.
"Hal tersebut terjadi pada sektor perkantoran. Saat ini Surabaya memang minim pasokan baru. Karena permintaan belum setinggi pasar perkantoran Jakarta. Tapi ketika ada proyek anyar masuk pasar, pasar yang sebelumnya tidak terakomodasi mulai menyerapnya," tandas Ferry kepada Kompas.com, Selasa (5/5/2015).