Hari ini, Rabu (15/4/2015), percontohannya diresmikan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang menghubungkan dua desa, yaitu Desa Cihawuk dan Desa Cibeureum. Desa ini dipilih untuk menjadi percontohan jembatan karena sifat topografinya yang curam dan ekstrem untuk dilalui masyarakat.
"Apa yang terjadi di Desa Cihawuk dan Desa Cibeureum adalah permasalahan umum yang dapat dijumpai hampir di berbagai daerah di Indonesia,” tutur Kepala Balitbang Kementerian PUPR Waskito Pandu kepada Kompas.com di lokasi proyek.
Selain masalah dana, menurut Pandu, pembangunan jembatan juga sangat dipengaruhi oleh faktor topografi wilayah tersebut, misalnya kondisi daerah yang berada di lereng gunung. Kondisi ini akan membuat pengerjaan menjadi semakin kompleks, terutama dari segi penyediaan material.
Berangkat dari kondisi tersebut, kata Pandu, para peneliti Pusjatan melakukan sebuah studi terkait pengembangan Judesa. Keunggulan dari Judesa di antaranya adalah fungsi dan kemampuannya yang sangat cocok diterapkan di perdesaan, yaitu fleksibel dan ekonomis.
“Material Judesa merupakan hasil pabrikasi yang dapat disiapkan terlebih dahulu sebelum dikirim ke lokasi, sehingga membuat waktu pengerjaan jembatan lebih cepat. Sistem jembatan modular juga menambah kemudahan pembangunan dengan swadaya masyarakat,” tambah Pandu.
Ia menambahkan, beberapa komponen jembatan didesain khusus untuk mengurangi biaya material struktur, misalnya penggunaan tiang tunggal. Jembatan ini memiliki panjang 42 meter dan lebar 1,80 meter. Judesa bisa dilalui oleh pejalan kaki dan pesepeda motor. Dalam pembangunannya, pemerintah menggelontorkan dana sekitar Rp 370 juta.