Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPnBM Picu Pembelian Properti di Luar Negeri

Kompas.com - 29/01/2015, 14:37 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah  untuk menambah obyek penerimaan pajak dengan merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 253/PMK.03/2008, melalui pengenaan pajak barang mewah pada rumah, apartemen, kondominium, beserta tanah yang dihargai lebih dari Rp 2 miliar, dinilai memicu pembelian di luar negeri.

Pengamat Ekonomi Aviliani, mengutarakan pendapatnya terkait rencana pemerintah tersebut saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) DPP dan DPD Real Estat Indonesia (REI), di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (29/1/2015).

Menurut Aviliani, rencana penurunan batas harga barang mewah lebih berdampak negatif. Konsumen akan lebih banyak belanja ke luar negeri sehingga menurunkan devisa dan pajak negara.

“Rencana itu kan untuk mengejar pendapatan pajak Rp 1 triliun. Padahal kalau dihitung-hitung penarikan pajak dengan cara seperti ini belum signifikan bisa mengejar target. Justru lebih banyak dampak negatifnya. Nanti orang-orang akan lebih banyak belanja properti di luar, kan rugi. Konsumen lebih pilih beli properti di Amerika, harganya sedang murah saat ini. Devisa keluar, kita tidak dapat pajak, pengembang juga rugi,” lanjut Aviliani.

Pendek kata, tambah Aviliani, strategi penarikan pajak dengan menurunkan batas harga barang mewah salah sasaran. Pasalnya, properti seharga Rp 2 miliar yang ditetapkan sebagai barang mewah kini sudah mampu dibeli oleh kalangan menengah.

“Kalau dulu Rp 10 miliar ke atas masuk obyek PPnBM itu masih wajar. Sekarang properti seharga Rp 2 miliar untuk kalangan menengah sudah terbeli. Definisi barang mewah kan tergantung, tidak jelas,” ujar Aviliani.

Seharusnya, tambah dia, pemerintah mengejar pajak dari orang-orang yang belum membayar. Sektor informal, lanjut Aviliani, masih sering lolos dari penarikan pajak oleh pemerintah. Menurutnya rencana pemerintah ini justru membebani orang-orang yang sudah membayar pajak.

“Dari 118 juta orang angkatan kerja, yang sudah bayar pajak baru 25 juta orang. Jadi sebenarnya kalau kita mau kejar, masih ada 25 juta orang kaya yang belum bayar pajak. Coba lihat, omset di Mangga Dua dan Tanah Abang itu miliaran rupiah. Tapi apa mereka sudah bayar PPh? Belum kan,” tandas Aviliani.

Aviliani juga merekomendasikan batas harga barang mewah properti yang lebih tepat seharusnya berada pada kisaran Rp 5 miliar. Turun setengah kali dari harga sebelumnya yang berjumlah Rp 10 miliar.

“Ya kalau harganya Rp 5 miliar, okelah. Itu sudah pas,” tutur Aviliani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau