Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Rusun, Ahok Juga Harus Fokus ke Kalangan Menengah

Kompas.com - 16/01/2015, 14:13 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya Pemprov DKI Jakarta membangun rumah susun sederhana sewa (rusunawa) masih terbatas untuk sebagian kecil masyarakat dan umumnya masyarakat yang bekerja di sektor informal. Rusunawa tidak menjangkau kaum komuter yang notabene sebagai karyawan tingkat menengah.

Peremajaan lingkungan kumuh memang menjadi salah satu entry point bagi Pemprov DKI Jakarta untuk menyelesaikan masalah perumahan. Revitalisasi waduk yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan pengembangan rusunawa di atasnya merupakan terobosan untuk menjadi alternatif penyediaan hunian bagi masyarakat Jakarta.

"Tapi, seharusnya fokus tidak hanya untuk sektor informal, karena sebenarnya kaum komuter juga harus mendapatkan perhatian serius," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda kepada Kompas.com, Jumat (16/1/2015).

Seperti diketahui, dengan penduduk Jakarta l.k 10 juta orang dan akan bertambah di siang-sore hari menjadi 12–13 juta. Tambahan itu terjadi karena Jakarta merupakan kota urbanisasi yang dihuni kaum pekerja dari berbagai daerah penyangga di kawasan pinggirannya. Kaum menengah "tanggung" itu mempunyai dilema dan dapat sewaktu-waktu terjebak dalam jebakan pasar rumah saat ini.

Kaum menengah setingkat manajer dengan penghasilan Rp 5 sampai Rp 7 juta per bulan, misalnya. Kalangan ini pun sulit membeli rumah.

"Dengan penghasilan itu mereka diperkirakan mempunyai daya cicil Rp 1,5 sampai Rp 2,5 juta per bulan, yang berarti dapat membeli rumah dengan harga Rp 300 sampai Rp 400 juta. Daya beli ini belum termasuk kemampuan uang muka, yang umumnya menjadi salah satu faktor penghambat merealisasikan pembelian rumahnya," kata Ali.

Umumnya, Ali melanjutkan, mereka kesulitan mengumpulkan uang muka. Dengan harga rumah seperti itu, akan sulit bagi kalangan menengah ini mempunyai rumah di wilayah Jabodetabek.

"Kalaupun ada maka mereka harus memperhitungkan biaya transportasi setiap harinya untuk bekerja di Jakarta sebagai kaum komuter. Karena lokasi rumah tersebut mempunyai jarak tempuh yang jauh dari tempat mereka kerja di Jakarta. Akhirnya, yang terjadi kemudian, mereka tidak menempati rumah dan dibiarkan kosong dan kembali menyewa hunian di Jakarta," ujar Ali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com