Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keok dari Malaysia, Indonesia Hanya Mampu Bangun Tiga "Supertall"

Kompas.com - 02/01/2015, 15:15 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia dengan Jakarta sebagai patokan, boleh saja menjadi nomor satu di dunia untuk urusan pertumbuhan harga properti mewah. Namun, untuk pembangunan pencakar langit sebagai ikon negara, Malaysia menang telak.

Dalam statistik Council on Tall Buildings and Urban Habitat (CTBUH), Indonesia belum memiliki satu pun pencakar langit ikonik dengan ketinggian di atas 300 meter atau masuk kategori supertall. Meskipun saat ini Indonesia tengah membangun tiga supertall, namun tetap "kalah" jauh ketimbang negeri jiran itu. Kalah dalam hal populasi, maupun ketinggian.

Ketiga supertall  yang masih dalam konstruksi tersebut adalah Icon Tower 1 yang mengangkasa 350 meter dan mencakup 75 lantai, Thamrin Nine Tower 1 dengan ketinggian 330 meter dan 71 lantai, serta Cemindo Tower dengan 304 meter plus 63 lantai.

Satu di antara ketiga supertall itu, yakni Cemindo Tower, akan rampung pembangunannya sekaligus beroperasi pada tahun ini. Dua lainnya masih dalam tahap konstruksi dan masing-masing akan beroperasi tiga hingga lima tahun ke depan.

Cemindo Tower yang dikembangkan PT Wahana Nusantara, menempati area di Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Di dalamnya mencakup hotel sebanyak 283 kamar, dan perkantoran. Gedung ini mulai dibangun pada tahun 2011 silam.

Sementara Malaysia sudah punya tiga supertall eksisting yakni si kembar Petronas Tower dengan masing-masing memiliki ketinggian 451,9 meter meliputi 88 lantai, dan Menara Telekom yang menjulang 310 meter dan mencakup 55 lantai.

Tak puas sampai di situ, Malaysia kini tengah membangun ikon baru lainnya yakni KL118 Tower. Tak main-main, menara ini dirancang sejangkung 118 lantai dalam bangunan 610 meter atau masuk kategori megatall!

Tengara lainnya adalah Four Seasons Place setinggi 342,5 meter dengan jumlah 65 lantai. Menara ini mencakup hotel dan apartemen yang dijadwalkan beroperasi pada 2017 mendatang.

Jika dihitung secara kumulatif, Indonesia saat ini memiliki 65 gedung dengan ketinggian 150 meter ke atas. Sebelas di antaranya masih dalam tahap konstruksi dengan dua gedung sudah mencapai tutup atap.

Sedangkan Malaysia memiliki 62 pencakar langit dengan ketinggian 150 meter ke atas. Tiga belas di antaranya dalam tahap pembangunan dengan satu selesai tutup atap.

Semua tentang uang

Pada akhirnya, menurut Editor CTBUH, Daniel Safarik, semua pengembangan properti, khususnya pencakar langit, berawal dan kembali kepada uang. Jika tidak ada modal yang cukup untuk membiayai pembangunan, tapi ada keinginan dari pimpinan sebuah kota atau negara memiliki "ikon", maka pemerintah perlu menjadi investor utama.

"Bahkan, banyak negara melakukan hal ini demi membangun pencakar langit. Strategi ini menghasilkan pembangunan pencakar langit lebih cepat," tutur Safarik melalui surel yang dikirimkan kepada Kompas.com, Jumat (19/12/2014).

Namun demikian, tambah Safarik, perlu dipertimbangkan juga, bahwa membangun ikon kota atau negara yang menjulang tinggi bukan perkara mudah. Pasalnya, menara-menara yang dibangun itu tidak secara otomatis tersewa dan bahkan beberapa di antaranya mengalami kekosongan dalam waktu cukup lama. 

"Untuk menghindari rasa malu, sering pemerintah membuat rencana menjadikan pencakar-pencakar langit yang kadung terbangun itu menjadi kantornya atau biasa disebut sebagai owner occupied. Fenomena ini biasa disebut dengan "cart before the horse"," tandas Safarik.

Jika Indonesia ingin membangun gedung pencakar langit, lanjut Safarik, hal pertama yang harus dilakukan adalah pemerintah menetapkan kebijakan ekonomi ramah investor yang akan menarik banyak pebisnis.

"Dengan begitu terbuka peluang untuk dikembangkan gedung-gedung pencakar langit di kawasan bisnis utama. Ini lebih realistis ketimbang mendanai langsung proyek pembangunan pencakar langit dengan harapan dapat ditempati dan diisi perusahaan-perusahaan komersial," pungkas Safarik.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau