BEKASI, KOMPAS.com - Wacana peraturan Pemerintah Kota Bekasi untuk menghentikan pemberian izin kepada pengembang perumahan dengan konsep klaster mulai 2015, menuai kontroversi. Ada yang menanggapi dengan positif, tak sedikit berpendapat negatif.
CEO Rotterdam Properti dan Samara Dana Properti, Nathalia Sunaidi, salah satu yang mendukung peraturan tersebut.
"Bagus ada peraturan ini, karena banyak orang yang modal "dengkul", tapi menjadi pengembang. Efeknya konsumen yang dirugikan," ujar Nathalia, kepada Kompas.com, Rabu (31/12/2014).
Nathalia menjelaskan, para pengembang kecil ini tidak memiliki dana untuk membangun infrastruktur. Mereka juga tidak memikirkan dampak lingkungan.
"Karena modal mereka (pengembang kecil) terbatas. Boro-boro kasih fasilitas atau sumbangsih ke lingkungan, mereka justru fokus mengeruk profit setinggi-tingginya," tutur Nathalia.
Dengan adanya peraturan ini, kata Nathalia, akan terseleksi pengembang-pengembang yang serius. Penyebabnya, pengembang yang dipaksa untuk mengeksekusi tanah di atas 2.000 meter persegi berarti membutuhkan kekuatan kapital yang lebih besar.
Meski begitu, ia juga mengutarakan efek samping wacana moratorium perizinan hunian klaster. Dengan adanya peraturan ini, maka pembangunan perumahan akan terbatas, padahal masih banyak orang yang membutuhkan rumah.
"Banyak yang butuh rumah di Bekasi karena strategis. Mereka tidak mampu beli di Jakarta karena harganya sangat mahal," jelas Nathalia.
Ia menyebutkan, saat ini rumah menengah dengan tipe 38, 40, sampai 45 dengan harga mulai dari Rp 300 juta sampai Rp 600 juta, masih ramai peminat. Jika dibangun di atas lahan seluas 2.000 meter persegi, rumah-rumah yang terbangun bisa belasan unit.
Senada dengan Nathalia, CEO PT Anugerah Citra Sejahtera, Benlis Butar Butar mengatakan kebijakan ini sangat berpengaruh terhadap konsumen.
"Peraturan ini bisa menghambat konsumen yang ingin memiliki rumah tapak di tengah kota (Bekasi) dengan harga terjangkau," ujar Benlis.
Hal tersebut, kata Benlis, disebabkan pengembang kecil tidak bisa memproduksi rumah. Secara otomatis, pasokan rumah di Bekasi pun berkurang.
Seperti diketahui, Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, berencana menghentikan pemberian izin kepada pengembang perumahan dengan konsep klaster mulai 2015.
Kepala Dinas Tata Kota (Distako) Kota Bekasi, Koswara mengatakan pertimbangan penyetopan izin itu dilatarbelakangi pengaruh pembangunan perumahaan klaster terhadap lingkungan sekitar, misalnya banjir.
"Pembangunan klaster membebani infrastruktur kota dan tidak memperhatikan dampak banjir di wilayah sekitar," ujar Koswara.
Menurut dia, kemampuan finansial pengembang cluster relatif terbatas untuk membangun infrastruktur lingkungan, sehingga malah membebani infrastruktur kota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.