Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirut Perumnas: Kami Tidak Menyimpang

Kompas.com - 24/12/2014, 07:25 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama Perum Perumnas, Himawan Arief Sugoto, membantah Perum Perumnas terlalu fokus pada pengembangan properti komersial. Menurut Himawan, dari dulu lembaga yang dipimpinnya tidak menyimpang.

"Kami tidak pernah menyimpang. Dari dulu kami tidak bangun apartemen mewah, atau rumah mewah. Dari dulu kami masih tetap menyediakan dan membangun perumahan menengah ke bawah. Yang kami lakukan adalah memaksimalkan kembali peran dan fungsi Perum Perumnas. Kalau dulu semua hal dibantu (disubsidi) pemerintah, sekarang kami harus menjalankan aksi korporasi sendiri," jelas Himawan kepada Kompas.com, Selasa (23/12/2014).

Dia menjelaskan, aksi korporasi sendiri tersebut termasuk harus mencari lahan dan dana sendiri yang melibatkan berbagai investor. Tentu saja, kata Himawan, dana yang didapat dari investor harus dikembalikan berikut profitnya.

"Kami mengerjakan proyek dengan skala ekonomi yang memadai dan memenuhi, paling tidak, overhead perusahaan. Karena itulah kami membangun properti komersial berupa apartemen high rise untuk kelas menengah yang dilengkapi pusat belanja, dan jenis properti lainnya," tandas Himawan.

Perum Perumnas selama kurun lima tahun terakhir dianggap berkontribusi besar terhadap kegagalan Pemerintah dalam menyediakan rumah rakyat layak huni dan terjangkau. Lembaga ini dituding terlalu asyik bermain di ranah komersial sehingga peran dan fungsi utamanya diabaikan.

Tak mengherankan, banyak pihak yang mengusulkan pengembang pelat merah itu harus dikembalikan kepada khittah-nya dan jangan lagi menyentuh wilayah komersial.

Tak kurang, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), Basuki Hadimuljono, bahkan sangat mendukung pengembalian fungsi dan peran Perum Perumnas sebagai penyedia perumahan rakyat.

"Kami akan membantu Perum Perumnas kembali kepada "khittah"-nya. Semua dilakukan untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan rumah rakyat agar kebutuhan dan backlog terpenuhi," ujar Basuki, Selasa (9/12/2014).

Maksimalisasi aksi korporasi

Himawan kemudian menjabarkan, maksimalisasi aksi korporasi ditempuh karena dalam 20 tahun terakhir, terjadi perubahan peran dan fungsi Perum Perumnas. Pada era 1980-an dan 1990-an pemerintah memberi dukungan maksimal berupa penyediaan lahan, infrastruktur kawasan dan termasuk pendanaan pembangunan. Sehingga dalam dua dekade tersebut, Perum Perumnas mampu membangun begitu banyak rumah hingga mencapai 100.000 unit per tahun.

"Namun, setelah itu, pemerintah beralih hanya mendukung sisi permintaan (demand side) dengan memberikan subsidi kepada konsumen berpenghasilan rendah (MBR). Tetapi di sisi penyediaan (supply side) tidak. Hasilnya, sejak 2000 hingga 2006 terjadi penurunan kinerja secara drastis. Kami hanya mampu memproduksi 2.000 unit rumah," ungkap Himawan.

Oleh karena itu, lanjut dia, sejak 2007 Perum Perumnas melakukan transformasi besar-besaran untuk meningkatkan kinerja. "Minimal jangan sampai rugi dan menggerus overhead perusahaan. Karenanya kami merambah sektor komersial namun tetap membangun hunian untuk MBR," pungkasnya.

Transformasi tersebut, aku Himawan, berhasil meningkatkan kinerja Perum Perumnas. Dalam beberapa tahun terakhir, pihaknya mampu menyediakan sekitar 20.000 unit rumah. Jumlah ini jauh di atas pencapaian kurun 2000-2006 yang hanya sebanyak 2.000 unit rumah.

Selain itu, target pendapatan pun melonjak. Tahun ini saja telah mencapai Rp 1,2 triliun per November, dari total target pendapatan Rp 1,3 triliun. Tahun 2015 mendatang, Perum Perumnas berani meningkatkan target senilai Rp 1,6 triliun dengan laba Rp 130 miliar.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau