Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengutarakan hal tersebut saat menjadi pembicara utama dalam Pertemuan Nasional ke-IV Komunitas Pecinta Pencakar Langit atau Skyscrapercity Indonesia (SSCI) di Spazio Hall, Sabtu (8/11/2014).
"Pembangunan gedung vertikal harus dilakukan. Ini karena Surabaya sulit memiliki fasilitas ruang publik dan ruang terbuka hijau. Saat ini, Surabaya tengah mempersiapkan diri menuju Kota Hijau 2020," ujar Risma.
Risma memaparkan konsep pembangunan Surabaya 2020 adalah kota yang dapat mengakomodasi pesatnya perkembangan zaman. Termasuk kebutuhan membangun properti, baik untuk perumahan rakyat, fasilitas publik, infrastruktur, maupun fasilitas komersial. Sehingga diperlukan percepatan pelaksanaan pembangunan dengan kualitas yang baik, sehat, berkelanjutan, ramah biaya serta sesuai dengan kondisi Indonesia.
"Di masa mendatang, sudah tidak memungkinkan pembangunan dilakukan secara horizontal di Surabaya. Pasalnya, lahan semakin sempit. Mau tidak mau pembangunan properti harus dilakukan secara vertikal," ujar Risma.
Hal senada juga dikemukakan Wakil Presiden Direktur dan COO PT Intiland Development Tbk., Sinarto Dharmawan. Menurutnya, sudah saatnya Surabaya tumbuh ke atas, sehingga kebutuhan untuk menyediakan ruang publik dan ruang terbuka hijau dapat terpenuhi.
"Harga lahan makin tinggi, sementara kebutuhan masyarakat akan ruang publik dan ruang terbuka hijau juga tak kalah besar. Oleh karena itu, para pelaku bisnis dan industri properti jangan egois hanya mementingkan diri sendiri. Mulai sekarang harus mengubah orientasi pembangunan menjadi vertikal, dan ramah lingkungan sekaligus juga dapat memperbaiki kualitas hidup masyarakat," kata Sinarto.
Untuk diketahui, saat ini harga lahan di kota Pahlawan tersebut sudah menembus angka Rp 60 juta per meter persegi. Angka setinggi itu berlaku untuk koridor utama Jl Raya Darmo dan Jl Panglima Sudirman. Sedangkan di ring kedua, yakni Jl HR Muhammad dan Jl Mayjend Sungkono, dipatok seharga Rp 40 juta hingga Rp 50 juta per meter persegi.
"Jadi, akan sangat tidak efektif dan efisien jika pembangunan properti masih dilakukan secara vertikal. Kita harus bijak dalam memanfaatkan lahan," ucap Sinarto.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Pencanangan Hari Bangunan Indonesia, Troy D Soputro mengingatkan, gedung-gedung vertikal yang kelak akan dibangun, harus memenuhi standard bangunan berkualitas.
"Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan bencana. Sehingga memerlukan standard bangunan yang cocok dengan kondisi tersebut dan seharusnya seluruh pelaku konstruksi dan masyarakat mulai memahami pentingnya membangun perumahan, dan fasilitas komersial yang sesuai standard," kata Troy.
Rusun dan AMC
Guna merealisasikan konsep Surabaya 2020, salah satu upaya Pemerintah Kota Surabaya adalah membantu masyarakat ekonomi menengah dan kurang mampu dengan membangun rumah susun.
"Sebanyak 60 persen masyarakat Surabaya lebih memilih tinggal di perkotaan, karena dekat dengan pekerjaan mereka. Namun, rumah mereka berada di pinggiran kota. Ini menyebabkan biaya hidup membengkak, termasuk ongkos transportasi dan kualitas hidup menjadi buruk. Kenapa di Tiongkok banyak membangun rusun di perkotaan, karena mereka sadar kota menjadi salah satu tujuan untuk mencari pekerjaan," tutur Risma.
Namun demikian, lanjut Risma, pembangunan gedung vertikal harus diiringi dengan transportasi massal yang memadai, seperti pembangunan angkutan massal cepat (AMC) trem dan monorel.
"Pemkot akan membangun enam gedung parkir, sehingga masyarakat yang mau ke arah kota bisa memarkir kendaraannya di sana, kemudian naik AMC menuju kota. Dengan begitu kemacetan di tengah kota akan teratasi," tandas Risma.