Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Potensi Kawasan Industri di Luar Jadebotabek

Kompas.com - 03/09/2014, 17:20 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Padat dan tingginya harga lahan kawasan industri di kawasan Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jadebotabek) membuka kesempatan kawasan-kawasan industri di kota dan kabupaten lainnya di seluruh Indonesia.

Sebut saja kawasan industri di Jawa Barat (Karawang dan Subang), kawasan industri di Jawa Tengah (Semarang, Kabupaten Kendal, dan sekitarnya), Jawa Timur (Pasuruan, Sidoarjo, Gresik, Ngoro dan sekitarnya), Kalimantan Timur (Kariangau dan sekitarnya), bahkan di Sulawesi Selatan (Makassar dan sekitarnya).

Terlebih upah minimum regional daerah-daerah tersebut yang lebih rendah ketimbang di Jadebotabek, membuat peluang pertumbuhan kawasan industri semakin terbuka lebar dengan masa depan cerah.

Demikian rangkuman pendapat yang dikemukakan pengamat dan pengembang kawasan industri kepada Kompas.com.

Menurut Head of Research JLL, Anton Sitorus, distribusi sudah merupakan kebutuhan mendesak. Mengingat banyak industri saat ini mengalihkan orientasi ekspansi bisnisnya ke daerah.

"Jadebotabek sudah terlalu padat, dan kental unsur spekulasinya. Selain tingginya kebutuhan, hal-hal tersebut yang mendongkrak harga lebih tinggi dan tidak feasible lagi untuk kelangsungan bisnis," ujar Anton, Rabu (3/9/2014).

Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, berpendapat serupa. Menurutnya, tingginya harga lahan, kepadatan kawasan industri di Jadebotabek serta Cilegon, dan juga upah minimum buruh pabrik merupakan stimulan utama yang mendorong pertumbuhan kawasan industri di daerah.

"Banyak kemudian perusahaan yang melakukan ekspansi bisnis ke daerah yang mengokupasi lahan kawasan industri tersebut," papar Sanny, Selasa (2/9/2014).

Saat ini saja, menurut Presiden Direktur PT Graha Buana Cikarang., Sutedja Sidarta Darmono, harga aktual lahan di Kawasan Industri Jababeka sudah mencapai Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per meter persegi. Harga ini akan berubah dan disesuaikan dengan harga BBM jika jadi dinaikkan.

"Namun, penyesuaian harga tersebut sudah kami antisipasi sebelumnya. Bahkan, tanpa harus menunggu harga baru BBM, kami secara periodik menaikkan harga lahan sebesar 2,5 persen hingga 5 persen per empat bulan," papar Sutedja, Selasa (2/9/2014).

Sutedja mengamini faktor-faktor utama pendukung pertumbuhan kawasan industri di daerah. Upah minimum buruh, kata dia, merupakan motivasi paling kuat yang mendorong PT Graha Buana Cikarang membuka kawasan industri di Kabupaten Kendal.

"Upah minimum buruh di Jawa Tengah masih lebih kompetitif ketimbang di Jadebotabek. Lebih dari itu, kami ingin menangkap peluang arus investasi yang masuk tahun ini, terutama perusahaan-perusahaan asing. Oleh karena itulah, kami menggandeng Sembawang Corp yang familiar dengan perusahaan multinasional sehingga kami bisa berharap membawa mereka untuk beroperasi di Kendal," tutur Sutedja.

Meskipun secara umum, pertumbuhan kawasan industri selama kuartal I 2014 melambat, namun potensi munculnya kawasan-kawasan industri baru terbuka lebar. Pasalnya, Undang-undang No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, mengharuskan perusahaan-perusahaan manufaktur baru untuk beroperasi di dalam kawasan industri. 

"Saya prediksikan sepanjang tahun 2014 ini, lahan kawasan industri yang terserap seluas 350 hektar. Jauh menurun ketimbang kinerja tiga tahun terakhir. Pada 2011 terserap 1.200 hektar, 2012 terserap 650 hektar dan 2013 terserap 450 hektar. Perusahan otomotif masih menjadi penggerak utama dengan motornya Yamaha, Toyota, Honda dan Suzuki," jelas Sanny.


Berikut potensi-potensi kawasan industri di luar Jadebotabek:

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau