Demikian pemaparan ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri, kepada Kompas.com, di Jakarta, Rabu (27/8/2014).
"Kenaikan investasi asing selama beberapa tahun terakhir sekitar 19 miliar dollar per tahun itu merupakan stimulan bagi pertumbuhan pasar proeprti. Pasalnya, investasi didominasi oleh manufaktur, dan yang masuk ke Indonesia skala besar. Tentu saja industri berikut supporting industry-nya," ujar Faisal.
Dari total nilai investasi 19 miliar dollar AS atau setara Rp 221,9 triliun, 40 persen di antaranya investasi manufaktur. Investasi asing sektor manufaktur ini, kata Faisal, akan mendorong meningkatnya kebutuhan perumahan, perkantoran, gudang, hotel, dan pusat belanja di sekitar kawasan industri. Ini merupakan kabar gembira bagi para pengembang properti.
"Artinya, mereka punya peluang besar untuk memenuhi semua yang dibutuhkan industri manufaktur. Untuk perumahan saja, pasarnya sudah ada yakni 1.000 orang ekspatriat yang bekerja di kawasan industri," tandas Faisal.
Dia melanjutkan, untuk saat ini sektor properti merupakan yang paling stabil. Dengan pertumbuhan di atas pertumbuhan PDB, sektor proeprti menjadi harapan untuk menggerakkan perekenomian Indonesia.
"Kurangnya pasokan rumah sebesar 15 juta unit, tingkat hunian perknatoran di atas 90 persen dan penjualan apartemen di atas 80 persen harus diartikan sebagai prospek untuk penambahan suplai yang sangat besar. Termasuk properti kawasan industri," pungkasnya.
Optimisme senada dikemukakan CEO Ciputra Group, Candra Ciputra. Menurutnya, properti akan tumbuh lebih pesat pasca Pilpres.
"Pengembang akan semakin agresif melansir produk-produk baru. Hambatan berupa kenaikan BBM, menjadi tidak ada artinya jika kebutuhan masih tinggi," ujar Candra.