Penyewa yang mengisi gedung tersebut pun merupakan pemilik sekaligus pengembangnya, yakni Daewoo International Corp. Mereka terpaksa merelokasi kantor pusatnya dari Seoul demi meramaikan gedung ini dengan mengambil lantai 9 hingga 21.
Sementara lantai 34-64 akan ditempati hotel Oakwood Premier Incheon, yang beroperasi akhir bulan ini. Sedangkan lantai 33 ke bawah masih kosong melompong.
"Kami baru saja mulai mencari penyewa, tetapi prospek tidak cerah. Bikin sakit kepala saja, karena pekerjaan kami bertambah," kata juru bicara Daewoo.
Sejatinya, Northeast Asia Trade Tower setinggi 68 lantai yang dibangun dengan biaya Rp 7,1 triliun, merupakan bagian dari pengembangan megaproyek pusat bisnis Songdo senilai Rp 40,7 triliun.
Megaproyek ini akan rampung pada akhir 2017 atau awal 2018, seiring rencana pemerintah Korea Selatan mengubah Songdo menjadi pusat distrik keuangan dan bisnis terkemuka di regional Asia Pasifik.
Tak tanggung-tanggung, upaya Korea Selatan guna menarik investor dan perusahaan multinasional masuk ke Songdo adalah dengan menawarkan keringanan pajak, dan kemudahaan perizinan untuk membuka bisnis.
"Sejak awal proyek ini, kami telah meminta insentif pemerintah dan keringanan pajak akan tersedia tidak hanya untuk perusahaan asing, tetapi juga untuk perusahaan-perusahaan domestik. Sayangnya, hal itu tidak pernah terjadi," kata seorang pejabat Gale International, kontraktor Northeast Asia Trade Tower.
Pemerintah Korsel beralasan, keringanan pajak dan insentif yang diberikan kepada perusahaan lokal di Songdo hanya akan mendiskriminasi perusahaan Korsel lainnya yang beroperasi di wilayah lain.
Walhasil, ruang-ruang kantor di Northeast Asia Trade Tower dan juga kondominium Songdo hanya terisi separuhnya.