Pakar Tata Kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Hesti D. Nawangsidi mengungkapkan, bahwa ada banyak hal yang melatarbelakangi hal itu. Sebagai contoh, pengembang yang berminat membangun reklamasi membutuhkan biaya besar untuk penelitian, persiapan, dan pembangunannya sendiri. Kemudian, belum tentu kawasan baru berada di lokasi strategis yang bisa mendukung kegiatan ekonomi MBR. Selain itu, kawasan hasil reklamasi akan memiliki standar tertentu yang tidak mudah dicapai jika sembarang orang bisa tinggal di sana.
"Sekarang di Indonesia ada SPM atau Standar Pelayanan Minimum. Kita belum mencapai sama sekali. Kita ingin wujudkan di sana sehingga yang ingin dibuat sistemnya di DKI adalah pihak pengembang membantu DKI mereklamasi, dia diminta kontribusinya. Mereka membangun hunian berimbang, belum tentu di sana. Kecuali kalau ada kegiatan komersial, ya pegawainya harus tinggal di sana, kalau tidak, terlalu mahal kalau dia dari Jakarta," ujar Hesti.
Hesti mengatakan, pihaknya juga sudah mendengar adanya opini yang menyatakan bahwa lahan reklamasi hanya diperuntukkan untuk orang-orang kaya. Menurut dia, hal itu tidak sepenuhnya salah. Hanya saja, dai menekankan, bahwa Pemprov tidak menutup mata dengan kebutuhan MBR atau kelas bawah.
"Apa sih yang dibutuhkan masyarakat, rumah? Ya, dibuatkan rumah susun. Saya kira jauh lebih terencana daripada memberikan rumah di sana, padahal kerjanya di mana," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perumahan DKI Jakarta, Yonathan, sudah menyatakan bahwa Pemprov telah menyediakan hunian bagi MBR dalam bentuk hunian vertikal. Menurut Yonathan, pembangunannya saat ini sudah cukup banyak. Di Pulo Gebang sudah ada dua menara rusun, di Daan Mogot sudah ada delapan rusun. Sementara itu, di Muara Baru sudah ada delapan menara rusun.
"Sudah dibangun di Pulo Gebang dua tower di situ. Daan Mogot delapan tower. Muara Baru delapan tower. Itu yang sudah berjalan dalam dua tahun. Ada banyak rencana yang sudah masuk lagi. Kebanyakan menggunakan tanah kita. Kewajiban 20 persen itu dinilai konstruksinya," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.