Hal tersebut ditandai dengan tingkat okupansi (hunian) gedung-gedung perkantoran di kawasan central business district (CBD) Jakarta yang masih berada pada level 96,5 persen.
Menurut riset Colliers International Indonesia, pelemahan nilai tukar rupiah tidak akan mengganggu dan mengubah transaksi sektor perkantoran. Pasalnya, sejauh ini transaksi sektor perkantoran merupakan investasi jangka panjang.
"Perubahan nilai tukar memang merupakan sesuatu yang sensitif. hanya berpengaruh pada bisnis yang pendapatannya tidak dalam dollar atau pun penyewa yang masa sewanya sudah berakhir. Namun itu tidak sampai membuat investor perkantoran melakukan relokasi dari gedung A ke B dengan perbedaan klasifikasi dan harga sewa atau bahkan menunda ekspansi," tutur Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, kepada Kompas.com, Kamis (3/7/2014).
Fluktuasi rupiah, kata Ferry, masih bisa diatasi. Nilai tukarnya pun masih berada dalam batas aman, belum menyentuh Rp 13.000 atau Rp 15.000. "Kalau itu terjadi, sektor perkantoran akan diwarnai negosiasi ulang antara land lord dan penyewa. Sehingga ada batasan exchange rate yang akan dibuat menjadi flat. Hal ini pernah terjadi pada 2008-2009 lalu. Sejauh ini sih masih bisa diatasi," imbuh Ferry.
Dari data Colliers, gedung perkantoran yang akan menambah pasokan baru di CBD Jakarta pada semester II 2014 adalah Sinarmas MSIG di Jl Sudirman, Gran Rubina di Jl HR Rasuna Said, Kuningan, The Convergence di Rasuna Epicentrum, Kuningan, dan Noble House di Mega Kuningan, Jakarta Selatan.