Demikian dikatakan mantan Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasoetion, pada seminar nasional "Peningkatan Peran Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dan Daya Saing Sektor Properti Melalui Pasar Modal dan REITs", Rabu (25/6/2014).
"Kita punya REITs, tapi tidak jalan, karena industri propertinya belum terlalu kompleks. Dalam satu area harus banyak macam properti. Kalau sudah banyak, REITs baru bisa jalan," kata Darmin.
Untuk menjadi menarik, tambah Darmin, infrastruktur pendukungnya harus dibuat lebih efisien, baik pasar modalnya maupun perbankannya. Hal itu mutlak supaya tidak terlalu jauh perbedaan suku bunganya dan juga tingkat imbalnya. Oleh karena itu, lanjut Darmin, Indonesia harus melakukan transformasi struktural dalam hal sertifikasi dan kompetensi tenaga kerja, kontrak kerja dan keterbukaan informasi perusahaan properti.
Darmin mengatakan, selama ini pekerja dibayar harian, dan itu tidak kompeten. Sementara itu, perusahaan properti yang mempekerjakannya banyak yang tertutup. Dia menambahkan, terlalu jauh perbedaan antara perusahaan tertutup (non Tbk) dan perusahaan terbuka (Tbk). Padahal semua perusahaan diwajibkan melaporkan secara berkala kinerjanya (laporan keuangan) kepada Kementerian Perdagangan.
"Inilah saatnya melakukan transformasi struktural. Di sektor konstruksi, kita terlalu banyak pekerja harian, jumlahnya 90 persen. Memang, itu menolong pembangunan jadi lebih cepat, tapi tidak efisien. Perbaiki kompetensi, kontrak kerja dan sertifikasi. Jadi, sektor konstruksi dan properti menawarkan sesuatu yang pasti," ujar Darmin.
Kalau itu jalan semua, lanjut Darmin, Indonesia akan siap menjual apapun untuk mendapatkan dana alternatif karena daya saingnya tinggi.
Belum tertarik
Beberapa perusahaan properti juga menganggap pemanfaatan sumber pendanaan alternatif belum diperlukan. Para pengembang justru lebih memilih sumber pendanaan konvensional, seperti pinjaman perbankan, obligasi atau penjualan saham.
Presiden Direktur PT Metropolitan Kentjana Tbk, Husin Widjayakusuma mengatakan belum tertarik memanfaaykan REITs.
"Masih pinjam ke bank. Kami belum siap untuk saat ini karena kami belum mau ekspansi besar-besaran. Kami harus hati-hati karena bisnis properti sangat berisiko," ucap Husin.
Demikian halnya dengan PT Intiland Development Tbk. Menurut Direktur PT Intiland Development Tbk., Archied Noto Pradono, pihaknya belum memiliki rencana dan belum akan memanfaatkan REITs karena peraturannya belum pasti.
"Belum ada kepastian regulasi, market dan perpajakannya belum jelas. Sosialisasi juga belum maksimal. Selain itu recurring kami juga masih sedikit, hanya 10 persen dari total pendapatan," kata Archied.
Namun demikian, menurut Archied, Indonesia bagus untuk REITs karena bisa meningkatkan instrumen pendanaan dan juga menambah investor. Pendapatan mal dan sewa kantor porsi recurring-nya mencapai 10 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.