Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk., Harun Hajadi, mengutarakan hal tersebut dalam paparan publik kinerja perseroan di Jakarta, Selasa (3/6/2014).
"Kebijakan BI, terutama loan to value (LTV) ini salah besar, tidak masuk akal. Masak orang yang belum pernah punya rumah dibatasi. Padahal orang yang baru punya rumah pertama kali jarang yang ngemplang KPR (kredit pemilikan rumah)," ujar Harun.
Lebih lanjut Harun menambahkan, ketentuan uang muka 30 persen sangat memberatkan masyarakat. Terutama pembeli rumah pertama (first home buyer).
"Menyediakan uang muka 30 persen itu susah sekali. Sekarang saja harga rumah di Jakarta untuk tipe 70 yang dibatasi itu sudah mencapai Rp 1 miliar. Nah, jika harus membayar uang muka 30 persen berarti uang yang harus tersedia di awal adalah Rp 300 juta. Angka ini sangat besar dan luar biasa berat buat masyarakat ini blanket policy. Kalau untuk rumah kedua, ketiga dan seterusnya sih tidak apa-apa karena untuk investasi," tandas Harun.
Untuk itu, dia mengharapkan BI untuk mencabut atau merevisi kebijakan tersebut, karena menyulitkan masyarakat untuk membeli rumah. "Kalau dulu uang muka hanya 5 persen, dan everybody happy. Masyarakat bisa membeli. Sekarang, menyediakan uang muka saja susah. Selain membuat sulit masyarakat, pengembang juga mengalami kesulitan, karena kucuran KPR dilakukan ketika rumah sudah terbangun. Ini yang membuat pemanfaatan fasilitas KPR turun sehingga berpengaruh terhadap tingkat penjualan," tandasnya.
Sementara Sekretaris Perusahaan PT Ciputra Development Tbk., Tulus Santoso, mengatakan, penurunan penjualan selain karena kebijakan LTV dan tingkat suku bunga yang meningkat akibat perubahan nilai tukar mata uang, juga kondisi likuiditas perbankan saat ini.
"Posisi loan to deposit ratio sudah demikian tinggi, sehingga beberapa bank tidak melakukan ekspansi kredit khususnya proeprti dan membatasi pembiayaan properti. Selama tidak berkaitan dengan fundamental ekonomi, sektor properti akan terus tumbuh," katanya.