KOMPAS.com - Sepanjang jalan di kota New York kini dihiasi tanaman-tanaman cantik. Tak hanya menyegarkan pandangan para pejalan kaki dan pengguna jalan raya, taman-taman mungil itu rupanya punya peran penting.
Seperti dikutip dari Fastcoexist.com, di bawah "bioswales" atau "sengkedan-bio" terdapat lapisan tanah setebal lima kaki atau 152,4 cm. Lapisan tersebut bisa menyerap 2.000 galon atau 7.570,8 liter air tiap kali hujan.
Sama seperti kota besar lainnya di Amerika Serikat, penduduk New York juga mulai membangun infrastrukturnya pada akhir 1800-an. Mereka menyambungkan pipa-pipa saluran pembuangan dengan saluran air di jalan kota.
Memang, hal itu tidak berpengaruh banyak pada hari cerah. Namun, ketika hujan, saluran pembuangan sudah tidak lagi bisa menampung air. Air limbah akhirnya meluap ke saluran air, seperti Kanal Gowanus dan anak Sungai Newtown.
Bagi penduduk New York, Newtown Creek sudah dikenal penuh dengan limbah industri. Limbah tersebut kotor, beracun, dan berbahaya bagi penduduk. Alhasil, masalah banjir bukan hanya sekadar masalah air menggenang, namun juga berpotensi meracuni masyarakat.
Tidak heran, proyek penghijauan tepi jalan New York itu mendapat sambutan positif. Pasalnya, pemerintah kota New York memang bisa membuat sistem pipa dan beton baru untuk menyelesaikan masalah. Hanya saja, membuat penghijauan jauh lebih murah.
"Penghematannya bisa miliaran karena kami menangguhkan pembangunan terowongan besar untuk perawatan," kata Margot Walker, Director of Green Infrastructure Partnerships di Department of Environmental Protection Pemerintah Kota New York.
Belum lagi, pembangunan "sengkedan-bio" juga membuat kota lebih dingin. Efek panas urban yang muncul akibat beton-beton tak berkesudahan di New York akan berkurang dengan adanya penghijauan di tengah kota. Pohon dan tanaman hijau pun bisa membersihkan udara, serta meningkatkan nilai jual properti di sekitarnya.
"Kami tengah mencari kesempatan untuk meretrofit jalan-jalan dan trotoar di daerah prioritas. Kami tidak punya banyak ruang publik atau ruang milik masyarakat untuk menumbuhkan rerumputan atau taman hujan. Jadi, kami hanya mencoba mengambil keuntungan dari sedikit tempat yang kami miliki," tandas Walker.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.