Jakarta sebagai sebuah kota tidak hanya tuan rumah untuk 12 juta penduduknya, melainkan juga bagi warga regional dan internasional lainnya. Inilah potensi sekaligus daya tarik Jakarta untuk tumbuh menuju kota dunia.
Demikian pendapat Ketua Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, terkait kesiapan Jakarta menjadi kota dunia, kepada Kompas.com, Kamis (24/4/2014).
"Jakarta menikmati kedekatan dengan hub internasional lainnya dalam radius satu jam dan 20 menit dari Singapura, enam jam dari Syndey, tujuh jam dari Tokyo, delapan jam dari Beijing dan delapan jam dari New Delhi. Sebuah posisi geopolitis dan geoekonomis yang sangat strategis," ujar Bernardus.
Transformasi Jakarta menjadi ibukota diplomatik adalah konsekuensi dari peran Indonesia yang bermain sebagai pusat perekonomian terbesar di kawasan ini. Dengan komitmen baru Indonesia memimpin ASEAN dan posisinya yang strategis sebagai anggota G-20, Jakarta menjadi pusat kekuasaan dan kesempatan.
Bernardus kemudian mengutip statistik yang diterbitkan Sekretariat ASEAN, pada 2009 saja, terdapat 20 organisasi internasional menghabiskan sekitar 100 juta dollar AS atau setara Rp 1,1 triliun di Jakarta dan mempekerjakan sekitar 7.000 anggota staf, termasuk 4.000 orang Indonesia. Kecenderungan tersebut terus meningkat dan kota akan membutuhkan kapasitas ekstra untuk melayani kegiatan meeting, incentives, convention and exhibition (MICE) dan menyediakan ruang serta pelayanan yang dibutuhkan.
Tuan rumah sekretariat ASEAN merupakan potensi besar bagi Jakarta. Banyak kota-kota di dunia telah melalui proses dan menikmati keunggulan sebagai ibukota badan-badan internasional. Lihat saja Nairobi, dengan lebih dari 3.000 staf dan pengeluaran terkait biaya sekitar 350 juta dollar AS per tahun dalam ekonomi lokal. New York dengan 35.000 staf, menghabiskan 2,5 miliar dollar AS per tahun. Geneva, 27.000 staf dengan 2,9 miliar dollar AS per tahun dan Wina, 4.800 staf dengan 1,7 miliar dollar AS per tahun ke dalam perekonomian mereka.
Kehadiran organisasi internasional dan berkembangnya ASEAN menciptakan peluang dan manfaat yang besar untuk Jakarta. Pasalnya, sebagian kota dunia lainnya masih belum pulih dari krisis finansial global 2008, Jakarta justru tampil menyeruak dengan berbagai indikator pertumbuhan positif.
Berbagai lembaga pemeringkat terkemuka menempatkan Jakarta sebagai kota dengan prospek baik untuk investasi, khususnya properti. Laporan Departemen Geografi Loughborough University 2012 mendapuk Jakarta sebagai kota berperingkat Alpha dalam The Globalization and World Cities (GaWC) Research Network. Jakarta disejajarkan dengan San Fransisco, Washington, Seoul, Melbourne, dan New Delhi dengan pertimbangan berbagai faktor.
"Ini berarti Jakarta memiliki posisi strategis dan pengaruh dalam interaksi global," tandas Bernardus.
Namun demikian, premis menjadi kota Alpha di antara kota-kota utama di dunia tidak lantas menjadikan Jakarta sempurna menjadi kota dunia. Masih banyak tantangan dan kekurangannya. Seperti miskin tranportasi publik yang nyaman, aman dan terintegrasi, infrastruktur dan pelayanan perkotaan yang masih minim, belum lagi tergerusnya ruang terbuka hijau yang kerap menjadi isu utama setiap pergantian gubernur.
CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono mengatakan, jika Jakarta belum dapat membenahi masalah utama tersebut di atas, jangan pernah bermimpi menjadi sejajar dengan New York, London atau pun Singapura.
"Meskipun Jakarta dipadati merek-merek mewah jaringan internasional namun itu tak berarti bisa menahbiskannya sebagai kota dunia. Masih jauh, Bangkok juga punya hotel-hotel mewah tapi Bangkok sama sekali belum jadi kota dunia," tandasnya.
Sebelumnya baca Siapkah Jakarta Jadi Kota Dunia? (Bagian I) dan Siapkah Jakarta Jadi Kota Dunia (Bagian II)
Selanjutnya baca juga Siapkah Jakarta Jadi Kota Dunia? (Bagian IV)