Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Jakarta Cuma Tiga...

Kompas.com - 19/04/2014, 15:36 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masalah Jakarta sebenarnya cuma ada tiga yakni tata ruang, disiplin, dan penghijauan. Ketiga masalah tersebut kemudian membawa dampak besar yang hingga kini belum dapat diatasi, antara lain kemacetan, sampah (kotor), dan banjir. 

Principal Architects Atelier Cosmas Gozali, Cosmas D Gozali, berpendapat bahwa ketiga masalah tersebut bisa diatasi dengan cara-cara strategis dan politis. Tidak bisa dibiarkan hanya mengandalkan pada salah satu strategi saja.

"Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI harus punya keinginan politik untuk membenahi semuanya di berbagai lapisan. Mulai di jajaran birokrat, swasta dan masyarakat. Dari segi tata ruang, kalau sudah punya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) seharusnya Pemprov menjalankan komitmennya tanpa kompromi. Swasta atau masyarakat atau siapa pun harus diberi sanksi jika melanggar aturan. Untuk itu perlu juga disiplin dalam menegakkan peraturan," papar Cosmas kepada Kompas.com, Kamis (17/4/2014), saat penganugerahan iDEA Awards 2014. 

Cosmas sendiri punya gagasan besar yang disusunnya menjadi sebuah proposal guna mengatasi masalah akut Jakarta. Proposalnya tersebut dinamakan "Jakarta Waterfront City" dan termasuk dalam 40 gagasan terbaik di antara karya arsitek-arsitek Asia Tenggara mengenai konsep kota tepi pantai (water front city). Atas idenya tersebut, Cosmas kemudian diundang ke Berlin, Jerman Barat, untuk mempresentasikan ide besarnya pada sebuah simposium internasional. 

Gagasan utama "Jakarta Waterfront City" adalah merancang green belt baru di luar Kota Jakarta. Green belt tersebut tidak hanya berkaitan dengan sarana fisik semata seperti infrastruktur jalan dan utilitas, tetapi sabuk multifungsi (multilayer) yang bertumpu pada pemerataan ekonomi. 

"Ide ini memungkinkan terciptanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah penyangga seperti Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Sehingga penduduk ketiga kota ini tidak perlu lagi ke Jakarta hanya untuk berbelanja atau memenuhi kebuyuhan gaya hidup san sehari-harinya. Bahkan, jika pusat pertumbuhan ekonomi terbangun, kerja tidak perlu lagi di ibukota. Ini akan sangat signifikan mengurangi kemacetan," tuturnya. 

Green belt baru menekankan pada layer sebanyak tiga lapis di atas tanah untuk bangunan komersial dan residensial multifungsi serta jakan-jalan kendaraan. Area ini dibuat "membaur" agar mobilisasi manusia dan kendaraan bisa direduksi. Salah satu dampak dari desain ini adalah pemanfaatan lahan bisa ditekan, dan lahan yang berada di bawah layer multufungsi tersebut bisa dijadikan sebagai resapan air. 

Selain itu, Cosmas juga menyertakan pengembangan waduk buatan untuk menampung air hujan yang mengalir ke Jakarta. Air tersebut akan ditampung di reservoir terlebih dahulu untuk kemudian dialirkan ke rumah-rumah tangga sebelum kemudian dibuang lagi hingga akhirnya mengalir ke laut. Konsep ini dinilai lebih mangkus dan sangkil ketimbang deep tunnel karena air dimanfaatkan terlebih dahulu dan tidak langsung dibuang. 

Cosmas optimistis, jika gagasannya direalisasikan, masalah akut Jakarta akan teratasi dalam 20 hingga 35 tahun mendatang sehingga kualitas hidup manusia Jakarta meningkat. Sayangnya, gagasan Cosmas yang sudab diajukan sejak tahun lalu tak bersambut positif dari Pemprov DKI Jakarta. 

"Proposal saya malah dicuekin. Tidak dihargai sama sekali. Sebaliknya saya malah diundang berbagai lembaga dan negara asing untuk berbicara dan mempresentasikan solusi ini," buka Cosmas. 

  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com