Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan "Bubble" Properti Masih Jauh dari Indonesia!

Kompas.com - 10/03/2014, 19:21 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Managing Director Corporate Strategy & Services Sinar Mas Land, Ishak Chandra, mengaku tak bisa serta merta menjawab kemungkinan terjadinya bubble atau gelembung properti di Indonesia. Dia mengaku hanya dapat memberikan parameter terjadinya bubble.

Memang, menurut Ishak, berdasarkan parameter tersebut terlihat terjadinya bubble properti di Indonesia masih jauh dari kenyataan. Hal ini dia sampaikan dalam pemaparan pengembangan bisnis perusahaan serta target marketing sales Sinar Mas Land 2014 di Jakarta, Senin (10/3/2014).

"Apakah Indonesia akan mengalami properti bubble, saya tidak bisa mengatakan ya atau tidak, lebih baik kita lihat parameternya saja," ujar Ishak.

Pertama-tama, Ishak mengatakan, penggunaan uang bank (leverage) yang lebih besar daripada unleverage dalam pembelian properti menjadi salah satu indikatornya. Sementara itu, Indonesia sudah terkenal sebagai negara yang cenderung menggunakan model tradisional dalam pembelian properti, seperti uang simpanan dan aset lainnya.

Kedua, parameter terjadinya bubble properti adalah ketika investor punya expected return yang tidak tercapai.

"Misalnya, mereka beli properti dan menginginkan yield lima persen. Ternyata, hanya dua persen yang terjadi. Atau, mereka ingin cepat menjual kembali, ternyata pada saat ingin menjual, mereka tak bisa menjual sesuai harapan," ujar Ishak.

Ishak memang tidak secara langsung menyatakan, bahwa keuntungan pengusaha properti di Indonesia luar biasa. Setidaknya, menurut dia, hal itu hanya menyiratkan bahwa keuntungan di bidang properti menggiurkan.

Ketiga, fundamental dari investor tidak kuat.

"Bubble bisa terjadi jika ketika para investor membeli dan mereka mau menjual lagi, belinya menggunakan pinjaman bank. Lalu, ketika mau menjual lagi, mereka tidak bisa menjual dengan cepat. Mereka kelabakan dan terjadi force sale karena tidak bisa membayar hutang," ujar Ishak.

Menurut Ishak, pembeli properti di Indonesia adalah pembeli berulang. Mereka punya fundamental kuat. Ishak mengatakan, orang-orang tersebut punya holding power kuat. Artinya, meski harus membayar pinjaman setiap bulan, mereka punya kemampuan menahan diri untuk tidak menjual propertinya. Hal ini terkait dengan parameter selanjutnya, yaitu forced sale.

"Kalau mereka kuat, mereka tidak perlu menjual properti," ujarnya.

Kelima, property loan dan overall loan.

"Property loan rata-rata 15 persen dari keseluruhan pinjaman dan Non Performing Loan (NPL)-nya kurang lebih tiga sampai empat persen. Kalau ada apa-apa di property loan, tidak akan mengakibatkan ekonomi guncang," imbuhnya.

Menurut Ishak, parameter terakhir adalah dasar ekonomi yang buruk. Jika bubble di Amerika Serikat terjadi ketika ekonominya tidak bertumbuh, bahkan minus, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar antara 5,6persen sampai 6,2persen.

"Kalau kita lihat, Indonesia akan bubble tidak, semua parameter yang ada menyatakan tidak bisa bubble," ujar Ishak.

"Yang ada itu over value," tambahnya.

Karena itulah, Ishak menjelaskan, bahwa Sinar Mas Land masih optimistis denggan perkembangan properti di 2014 ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau