Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Sistem, Indonesia Darurat Rumah Rakyat

Kompas.com - 19/02/2014, 16:16 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mudah dimafhumi, bila masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) semakin sulit mendapatkan rumah. Pasalnya, hingga detik ini, Pemerintah tak memiliki solusi tepat dan komprehensif untuk membantu MBR, lebih lagi mengeluarkan Indonesia dari kondisi darurat perumahan.

Staf Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman SAPPK-ITB, dan Anggota Koalisi Peduli Perumahan dan Permukiman untuk Rakyat (KP3R) Mohammad Jehansyah Siregar, mengemukakan pendapatnya terkait kondisi perumahan Nasional aktual, kepada Kompas.com, Rabu (19/2/2014).

Menurutnya, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), tidak mampu memproduksi sistem perumahan publik atau public housing. Kalau pun punya program, tidak mengarah kepada penyelesaian.

"Selama ini, masyarakat mengenal program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Dua program ini belum cukup memuaskan. Bukannya menyediakan sistem perumahan yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia, Pemerintah justru lebih mendukung perumahan komersial," jelas Jehansyah.

FLPP, lanjut Jehansyah, hanyalah salah satu "alat" dukungan pemerintah untuk masyarakat agar mampu membeli rumah komersial. Caranya, dengan mengusahakan tenor KPR lebih panjang, bunga lebih rendah. Sayangnya, cara ini pun tidak menyeluruh. Pemerintah tidak memberikan jalan yang memadai bagi para pengembang untuk menyediakan hunian terjangkau di pusat kota.

Sebaliknya, pengembang harus mencari sendiri lahan untuk membangun perumahan. Alhasil, pengembang membangun di lokasi yang jauh, seperti Depok, Tangerang, dan kota-kota satelit lainnya. Lantas, siapa yang bisa membeli perumahan tersebut? Masyarakat juga dikorbankan karena harus membayar biaya transportasi yang tinggi setiap hari.

"Padahal kondisi perumahan sudah sangat darurat. Ini terlihat dari indikator meningkatnya housing backlog, dan daerah kumuh juga bertambah. Berdasarkan data sensus 2010, jumlah disparitas rumah terbangun dan kebutuhan melonjak jauh. Program Kemenpera tidak bisa menyelesaikan masalah backlog dan daerah kumuh," urai Jehansyah.

Belum lagi BSPS, yang menurut Jehansyah, bukan Self Help Housing Sustem. BSPS seharusnya masuk dalam domain Kementerian Sosial, karena lebih bersifat bantuan sosial (bansos). "Pasalnya, tidak mudah menghitung kelayakan bansos. Karena yang lebih penting adalah pengidentifikasian masyarakat penerima. Itu adanya di Mensos dan kapasitasnya pun ada di Mensos," imbuh Jehansyah.

Solusi untuk menyelesaikan angka kekurangan rumah sebenarnya tersedia. Pemerintah pun bisa melakukannya. Lantas, apa yang membuat hal tersebut belum kunjung dijalankan?

"Praktik korupsi. Pemerintah ini birokrasi makelar. Kalau tidak ada yang bisa melakukan "feedback", tidak enak. Banyak pejabat dapat "feedback". FLPP enak mainannya, ada komisi. Itu yang besar," tandas Jehansyah.

Idealnya, lanjut Jehansyah, Indonesia harus mempunyai tiga sistem perumahan publik; yakni Public Housing Delivery System, Self Help Housimh System, dan Social Housing System. Sistem kelembagaan publik ini harus dijalankan oleh pengembang publik yang memiliki kemampuan menyediakan serta mengelola bangunan dan kawasan dalam skala besar.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau