Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, memastikan hal tersebut saat berkunjung ke kantor redaksi Kompas.com, Rabu (15/1/2014).
Basuki yang biasa disapa Ahok, juga mengatakan bahwa pembangunan reklamasi merupakan program prioritas ketimbang Giant Sea Wall yang dinilainya sangat tidak layak (feasible) dibangun untuk saat ini.
"Jika konteksnya 10 atau 20 tahun lalu, pembangunan Giant Sea Wall merupakan langkah yang tepat. Tapi untuk saat ini, apakah masih perlu? Apakah feasible? Dulu memang teknologi reverse osmosis (mengubah air laut menjadi air tawar, red) sangat mahal. Tapi kini, air tawar bisa dibeli dengan harga Rp 10.000 hingga Rp 17.000 per meter kubik," jelas Ahok.
Jadi, untuk saat ini, Pemda DKI Jakarta akan lebih memprioritaskan pembangunan reklamasi Pantai Utara Jakarta. Namun, ujar Ahok, para penyelenggara, dalam hal ini pengembang, wajib memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan pelabuhan, kepentingan kawasan pantai berhutan bakau, kepentingan nelayan dan fungsi-fungsi lain yang ada di Kawasan Pantura sebagai mana tercantum dalam Pasal 11 Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995.
"Selain itu wajib membangun fasilitas teknologi reverse osmosis yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan para penghuni di dalam kawasan pengembangan reklamasi sekaligus tidak merugikan lingkungan sekitarnya. Pengembang kan cuma mengutamakan kepentingannya sendiri," cetus Ahok.
Untuk diketahui, pada era pemerintahan Fauzi Bowo, terdapat 17 izin prinsip reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Dari jumlah itu, Fauzi baru mengizinkan satu izin pembangunan saja, yakni Pantai Indah Kapuk (PIK) yang digarap Grup Agung Sedayu.
Hanya, izin pembangunan tersebut diketahui habis September 2013 lalu. Dengan begitu, secara otomatis, tidak boleh ada reklamasi di Pantai Utara Jakarta sebelum izin diperpanjang.
Menurut data Walhi Jakarta, selain Grup Agung Sedayu, Pantai Utara Jakarta sepanjang 32 km telah dikavling-kavling oleh sedikitnya 10 perusahaan. Mereka adalah PT Kapuk Naga Indah yang menguasai konsesi lahan seluas 674 hektar, PT Taman Harapan Indah (anak usaha PT Intiland Development Tbk) telah membangun Pantai Mutiara dengan penguasaan lahan 100 hektar, dan Bangun Bakti Esa Mulia menguasai lahan seluas 88 hektar.
Selanjutnya, PT Muara Wisesa Samudra dengan 160 hektar, PT Pembangunan Jaya Ancol dan BPL Pluit menguasai 290 hektar, PT Jaladri Kartika Ekapaksi 200 hektar, PT Manggala Krida Yudha 375 hektar, dan PT Dwi Marunda Makmur 220 hektar serta Berikat Nusantara menguasai 189 hektar.