Hal tersebut dikemukakan Vice President Director and Chief Operating Officer Jakarta PT Intiland Development Tbk, Suhendro Prabowo, terkait kembali maraknya pembangunan properti di atas lahan reklamasi. Menyusul PT Agung Podomoro Land yang akan menggarap proyek seluas 160 hektar, Pluit City.
Menurutnya, membangun properti di atas lahan reklamasi tidak seribet di lahan daratan. Mereklamasi tidak perlu membebaskan lahan yang berarti menggusur permukiman penduduk. Membebaskan atau menggusur rumah penduduk berarti biaya.
"Nah, komponen biaya, termasuk ongkos sosial di dalamnya, besarannya cukup signifikan terhadap total dana investasi. Sedangkan mereklamasi sama artinya membangun "kawasan baru" tanpa dipusingkan penggusuran dan lain-lain masalah sosial," imbuh Suhendro kepada Kompas.com, di Jakarta, Senin (29/7/2013).
Pendek kata, lanjut Suhendro, aktifitas membangun lahan kanal lebih banyak keuntungannya bagi pengembang. Pertama, Jakarta tidak mungkin memperluas lahan daratan lagi. Kedua, harga lahan daratan sudah terlalu tinggi, sehinggabiaya investasi yang dibutuhkan sangat besar. Ketiga, proyek reklamasi memungkinkan pengembang memastikan perencanaan pembangunan lebih terukur dengan waktu yang bisa diprediksi.
"Sementara membebaskan lahan dengan menggusur permukiman penduduk justru tidak bisa memberikan jaminan kepastian waktu pelaksanaan pembangunan. Alih-alih membangun, malah lahan terbengkalai," tandas Suhendro.
Intiland Development merupakan salah satu dari 10 pengembang yang mengambil peran mereklamasi pantai utara Jakarta. Ijin prinsip yang mereka kantongi seluas 63 hektar pembangunan lahan reklamasi baru. Saat ini mereka tengah memasarkan Regatta The Icon, properti di atas lahan reklamasi dengan harga jual Rp 30 juta permeter persegi hingga Rp 35 juta per meter persegi. Harga jual perdana pada 2008 sekitar Rp 10 juta per meter persegi.
Bersebrangan dengan Suhendro, menurut Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Ubaidillah, reklamasi justru berpotensi merusak ekosistem dan hidrologi di pantai utara karena dari total 32 kilometer panjang pantai utara hanya tersisa 3 kilometer sebagai kawasan mangrove.
"Padahal mangrove justru berguna untuk mengatasi abrasi atau bahkan rob. Kalau menguruk laut itu otomatis bakal hancur. Terlebih tanpa ada upaya penghutanan atau penanaman mangrove di sepanjang pantai utara," tukas Ubaidillah.
Seharusnya, kata Ubaidillah, pesisir pantai utara sama sekali tidak boleh dikonversi demi alasan apa pun. Reklamasi hanya akan menimbulkan bencana ekologis, termasuk mempercepat intrusi air laut ke daratan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.